Fikih #2 - Macam-macam Najis dan Cara Menghilangkannya - Santrijagad

Fikih #2 - Macam-macam Najis dan Cara Menghilangkannya

Bagikan Artikel Ini
Najis secara bahasa adalah sesuatu yang dianggap menjijikkan. Dalam fikih, najis adalah setiap benda yang haram digunakan secara mutlak dalam keadaan normal serta mudah dibedakan. Keharamannya bukan karena kemuliannya, bukan karena menjijikkannya, maupun bukan karena bahayanya bagi badan atau akal.

Maksud dari ‘secara mutlak’ ialah mencakup najis yang sedikit maupun banyak. Maksud dari ‘dalam keadaan normal’ adalah mengecualikan keadaan darurat. Sebab dalam keadaan darurat kita boleh menggunakan najis. Maksud dari ‘mudah dibedakan’ adalah mengecualikan memakan ulat mati yang ada di dalam buah dan semisalnya. Maksud dari ‘bukan karena kemuliannya’ adalah mengecualikan mayat manusia. Maksud dari ‘bukan karena menjijikkannya’ adalah mengecualikan sperma dan semisalnya. Maksud dari ’bukan karena bahayanya’ adalah mengecualikan tanaman beracun dan semisalnya. Semua benda yang dikecualikan tersebut haram digunakan bukan karena ia najis, melainkan karena faktor-faktor lain.

Macam-Macam Najis dan Cara Mensucikannya

Setiap benda cair yang keluar dari dua jalan hukumnya adalah najis. Dua jalan tersebut ialah qubul (jalur depan) dan dubur (jalur belakang). Hal ini mencakup benda yang biasa keluar seperti kencing dan tinja, maupun benda yang jarang keluar seperti darah dan nanah. Kecuali sperma manusia atau binatang selain anjing, babi dan peranakan dari keduanya. Setiap benda padat yang tidak diproses oleh lambung  hukumnya tidak najis, hanya terkena najis dan bisa suci dengan cara dibasuh. Semua bangkai hukumnya najis kecuali bangkai ikan, belalang dan manusia.

Membasuh semua jenis air kencing dan kotoran walaupun keduanya dari binatang yang halal dimakan dagingnya, hukumnya adalah wajib.

Menurut kenampakannya, ada dua jenis najis, yakni;

1. Najis ‘Ainiyah, yakni najis yang terlihat oleh mata. Disucikan dengan menghilangkan bendanya dan menghilangkan sifat-sifatnya, baik rasa, warna, atau baunya.

2. Najis Hukmiyah, yakni najis yang tidak terlihat oleh mata. Disucikan cukup dengan mengalirkan air pada tempat yang terkena najis tersebut, walaupun hanya satu kali aliran.

Menurut kadarnya, ada tiga jenis najis, yakni najis ringan, berat, dan sedang. Berikut ini penjelasan dan cara mensucikan sesuatu yang terkena olehnya.

1. Najis Mukhofafah (Ringan)

Adalah kencing anak kecil laki-laki yang belum pernah memakan makanan, maksudnya belum pernah mengkonsumsi makanan dan minuman untuk penguat badan. Cara mensucikannya cukup dengan memercikkan air padanya, tidak disyaratkan harus sampai mengalir. Jika anak kecil laki-laki tersebut telah mengkonsumsi makanan untuk penguat badan, maka air kencingnya harus dibasuh secara pasti. Kalau anak perempuan atau khuntsa, maka air kencingnya wajib dibasuh.

2. Najis Mugholadhah (Berat)

Semua binatang hukumnya suci kecuali anjing, babi, peranakan anjing dan babi, peranakan antara anjing atau babi dengan binatang lain. Najis jenis ini adalah najis mugholadhoh.

Benda yang terkena liur anjing atau babi harus dibasuh tujuh kali dengan menggunakan air suci mensucikan. Salah satu basuhan dicampur dengan debu suci mensucikan, merata ke seluruh tempat yang terkena najis. Jika benda yang terkena najis tersebut dibasuh dengan air mengalir yang keruh, maka cukup mengalirnya air tersebut tujuh kali tanpa harus dicampur dengan debu.

Basuhan pertama dianggap ketika najis tersebut sudah hilang. Maka jika najis anjing tersebut belum hilang kecuali dengan enam basuhan, misalnya, maka seluruh enam basuhan itu baru dianggap satu kali basuhan. Maka jangan berhenti membasuh jika najis belum hilang meskipun sudah tujuh kali basuhan. Jika yang terkena najis adalah tanah yang berdebu, maka saat membasuhnya tidak wajib diberi debu lagi.

3. Najis Mutawasithoh (Pertengahan)

Untuk najis-najis selain mukhofafah dan mugholadhoh, cukup dibasuh satu kali yang dialirkan pada najis tersebut. Lebih utama dengan tiga kali basuhan.

Najis yang Dima’fu (Dimaafkan)

Najis yang dima’fu ialah darah dan nanah yang keluar dari tubuh dalam ukuran yang sedikit. Keduanya dima’fu jika mengenai pakaian dan badan. Sholat yang dilakukan tetap sah walaupun membawa kedua najis tersebut. Misalnya yang keluar dari bekas jerawat atau bekas bisul.

Dima’fu pula bangkai binatang yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat dan semut, ketika binatang tersebut masuk ke dalam wadah air dan mati di sana. Maka bangkai binatang tersebut tidak menajiskan wadah air yang dimasukinya. Namun jika bangkai binatang yang tidak memiliki darah mengalir itu berjumlah banyak dan mengubah sifat cairan yang dimasukinya, maka bangkai itu menajiskan benda cair tersebut.

Khomer Menjadi Cuka

Ada najis yang menjadi suci sebab berubah dari satu sifat ke sifat yang lain. Misalnya ketika khomer berubah menjadi cuka dengan sendirinya, maka hukumnya suci. Ketika khomer menjadi suci, maka wadahnya pun menjadi suci karena mengikut pada khomernya. Khomer misalnya adalah minuman yang terbuat dari air perasan anggur.

Begitu juga hukumnya suci, seandainya ada khomer yang berubah menjadi cuka sebab dipindah dari tempat yang terkena matahari ke tempat yang teduh dan sebaliknya. Namun jika khomer tersebut berubah menjadi cuka tidak dengan sendirinya, melainkan dengan memasukkan sesuatu zat pengubah ke dalamnya, maka khomer tersebut tidak jadi suci.
“Ajaran Islam sangat memperhatikan urusan kesucian dan kebersihan, baik badan, pakaian, maupun lingkungan. Maka semestinya kaum muslimin dimanapun berada bisa menjadi teladan dalam hal kebersihan dari sampah maupun najis.”
INFOGRAFIS:

VIDEO:


Rujukan: Fathul Qorib

Ikuti kami di:
Youtube/Grup Telegram: Madrasah Santrijagad
Facebook/Twitter/Instagram/Channel Telegram: Santrijagad

No comments:

Post a Comment