1. Ananda AWA: “Kulo tenaga medis. Wonten pasien kulo jahit didaerah punggung kaki. Beliau muslim. Saya anjurkan untuk berwudlu dulu sebelum saya jahit. Setelah itu saya tutup luka dg perban. Dan tidak boleh kena air dulu untuk melindungi luka agar tetap baik. Selama itu apa boleh pasien tayamum? Atau tetap wudlu tapi di daerah perban diusap saja?”
JAWAB: Dalam kondisi semacam itu, si pasien berwudlu seperti biasa tanpa membasuh perban di kaki, hanya mengusapnya, lalu disempurnakan dengan tayammum. Misal letak perban luka di punggung kaki kiri yang merupakan anggota wudlu, maka langkahnya; (a) Berwudlu sebagaimana biasa dengan air mulai dari wajah sampai kaki kanan, (b) ketika sampai pada kaki kiri, basuh bagian kaki yang tidak diperban, kemudian usap perban yang membalut luka di kaki tersebut, jika lukanya tidak diperban maka tidak usah diusap, (c) ganti wudhu yang ‘belum sempurna’ itu dengan tayammum, caranya seperti biasa; mengusapkan debu ke wajah dan tangan.
2. Paper & Pen: “Tentang hal yang diharamkan dilakukan ketika berhadats besar. Maksudnya membaca Al-qur'an yang "tidak dinusakh" itu apa ya?
JAWAB: Maksud dinusakh (mansukh) adalah ayat Quran yang sudah dihapus, dalam hal ini adalah ayat yang sudah dihapus baik lafaz maupun hukumnya. Jadi, boleh membaca ayat Quran yang sudah dinusakh ketika berhadtas. Apa saja ayat-ayat Quran yang dinusakh itu? Ada pembahasannya dalam ilmu Ulumul Quran.
3. Diperbolehkan membaca ayat Alqur'an asal niat berdzikir. Nah, misalnya dzikir ini dengan membaca teks apakah boleh? (misal dengan potongan mushaf yang hanya di cetak khusus juz 30)
JAWAB: Maksud dari ‘membaca Quran dengan niat berzikir’ adalah dengan hapalan. Hal ini banyak dihadapi oleh santri-santri putri penghapal Quran saat mereka haid. Mereka tetap harus muroja’ah hapalan agar tidak lupa, maka solusinya adalah nderes hapalan dengan niat berzikir. Jika masih membaca teks, apalagi menyentuhnya, maka tidak dibolehkan. Potongan mushaf (misal hanya juz 30, atau surat Yasin) juga dihukumi sebagai mushaf.
4. Untuk keperluan belajar mengajar, misalnya guru mau menyampaikan sesuatu dan harus mengecek sesuatu di dalam alquran, apakah boleh jika dilakukan seperlunya saja?
JAWAB: Tidak boleh. Solusinya adalah minta diperiksakan oleh orang lain yang suci. Tambahan: boleh membuka buku tafsir/terjemah Quran, yang mana jumlah teks terjemah/tafsirnya lebih banyak dibanding teks Qurannya. Memegang buku semacam itu tidak diwajibkan suci dari hadats.
5. Tidak diperbolehkannya berdiam di masjid ini adakah jangka waktu? Misalnya wanita sedang berhadats besar, ingin menghadiri acara atau pengajian misalnya jangka waktu 1-2 jam tapi pelaksanaan memang di dalam masjid, bolehkah?
JAWAB: Tidak boleh, 1-2 jam itu namanya sudah berdiam, bahkan sekedar beberapa menit pun sudah disebut berdiam. Kalau sekedar lewat, boleh. Solusinya, wanita haid bisa tetap ikut mengaji sambil duduk serambi/beranda masjid.
6. smurf: “Saya kurang paham bagian pembatal tayamum nomer 2.maksudnya sholat yg tidak gugur kewajibannya dgn tayamum sperti orang yg muqim,dan gugur kewajiban sperti musafir”
JAWAB: Sholat yang tidak gugur kewajibannya dengan tayammum seperti sholatnya orang muqim; maksudnya adalah; jika ada orang muqim yang mengalami krisis air sementara (biasanya di daerah itu ada air, tapi saat itu kebetulan sedang habis) apalagi waktu sholat sudah mepet, maka dia boleh tayamum untuk sholat, tapi kefardluannya belum gugur, artinya ketika sudah ada air dia wajib mengulang shalatnya tersebut. Sedangkan bagi musafir tidak berlaku ketentuan tersebut, artinya kefardluan sholatnya gugur dengan tayammum, tidak perlu menqqodlo. Wallahu a’lam.
7. Rohmad Somads: “Adakah video tata cara bertayamum yg benar?”
JAWAB: Ini ada video tata cara tayammum dalam mazhab Imam Syafi’i yang dipraktekkan oleh almarhum Syaikh Rajab Dib, sahabat Kiai Maimoen Zubair dan Habib Lutfi bin Yahya, seorang mufti Suriah yang pernah beberapa kali berkunjung ke negeri kita Indonesia. Ini videonya;
8. Paper & Pen: “Batas seseorang dikatakan musafir itu patokannya apa saja? Pernah baca ada jarak minimum. Tapi jika melihat kondisi sekarang, kadang jarak dekat pun bisa terjadi hal yang menyulitkan wudhu dan sholat. Misal kondisinya kita terjebak macet, di dalam kendaraan umum, waktu sholat sudah mepet dan khawatir kalau sampai lokasi sudah habis waktu. Bolehkah mencari aman dengan tayamum lalu sholat saja di kendaraan? Atau lebih disarankan jamak saja?”
JAWAB: Ya, ada jarak minimum untuk musafir. Ada safar thawil (perjalanan jauh, minimal 80 km), ada safar qashir (perjalanan dekat, di bawah 80 km). Saat terjebak macet musti dilihat dulu bagaimana detail kondisinya. Ada beberapa opsi untuk kondisi semacam itu. Bisa shalat jamak ta’khir, bisa pula shalat normal di kendaraan (entah dengan wudlu atau tayamum), bisa pula shalat li hurmatil waqti seadanya (tak bisa wudlu dan tak bisa tayamum) kemudian mengulang shalat jika sudah sampai, bisa pula diqadha. Insyaallah akan kita bahas detailnya di bab Shalat ya.
9. “Mohon tambahan penjelasan bagaimana ketentuan tayamum menggantikan mandi besar.”
JAWAB: Ketentuannya sama seperti wudlu. Cara bertayamumnya juga sama seperti tayamum untuk mengganti wudlu, yakni dengan cara menmindah debu ke wajah dan kedua tangan, bukan dengan cara berguling-guling di atas tanah lho ya.
10. Joko Purwanto: “Bagaimana caranya mandiin dedek bayi?”
JAWAB: Ya mandiin aja kayak biasa, bersihkan najisnya, lalu basuh perlahan pakai air hangat, kemudian lap/keringkan. Jangan dititipkan ke jasa cuci motor ya.
11. Anna Damay: “di website santrijagad ada materi lengkap soal puasa ramadhan? Atau kalo ada yg file PDF.”
JAWAB: Ada. Silakan download PDF Buku Saku Ibadah Ramadan di tautan ini, disusun oleh Aswaja Center PWNU Jawa Timur: Klik DI SINI
12. Misalnya kondisi airnya memang tidak cukup untuk mandi besar, tapi cukup untuk wudhu. Nah, kalau mau sholat, nanti tata caranya, tayamum dulu lalu baru wudhu? Atau cukup tayamum saja sebagai pengganti mandi+wudhu? Atau seperti apa?
JAWAB: Cukup tayamum saja sebagai pengganti mandi besar. Tapi kalau mau gunakan air yg sedikit itu untuk bersihkan kemaluan, najis, atau untuk wudlu (sebelum/setelahnya) ya monggo.
13. Misal sama sekali tidak ada air, dalam kondisi berhadats kecil dan besar, tayamum 2 kali kah? Pertama untuk menggantikan mandi besar, kedua menggantikan wudhu?
JAWAB: Mandi besar sudah sekaligus menghilangkan hadats besar dan kecil, selama tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan hadats kecil. Semisal memegang kemaluan atau kentut. Maka dalam tayammum sebagai pengganti mandi pun demikian, cukup satu kali tayammum saja.
14. Jika ada air hanya cukup untuk wudhu dll tidak cukup untuk mandi, bisa beberapa opsi; tayamum dulu (pengganti mandi) lalu air dipakai wudhu seperti biasa, atau; air dipakai wudhu sebelumnya, lalu tayamum niat mengganti mandi. Ini bisa langsung sholat berarti ya setelah tayamum?
JAWAB: Ya. Walaupun sebenarnya tidak wajib wudlu dalam kondisi itu.
15. Masa berlaku tayamum yang menggantikan mandi besar ini, juga sekali untuk sekali sholat fardhu juga ya? (ketentuan persis sama dengan tayamum pengganti wudhu?)
JAWAB: Ya betul, hanya berlaku untuk satu kali shalat fardlu.
______
Artikel ini merupakan dokumentasi dari tanya jawab fikih dasar di grup telegram Madrasah Online Santrijagad
Gus, seingetku ada yg tanya ttg bagaimana hukumnya memakai heina (celak tangan), apakah sah kalo dipake solat gt . Tp kog aq ngga nemu2 ya, itu ditanya jawab yg bagian yg mana ya gus?
ReplyDelete