Kalian tahu tidak ? dahulu, saya diajarkan oleh guru-guru
saya bahwa hubungan fisik itu bukan suatu hal yang penting, karena fisik itu
terbatas. tetapi hubungan ruh, hubungan hati dan hubungan jiwa yang dipenuhi
dengan rasa cinta, rindu dan peneladanan itu adalah hubungan yang tidak
dibatasi dengan fisik, jarak dan waktu.
Ada seseorang diantara kita yang sangat ingin bersalaman
dengan orang shaleh. Apa sih tujuannya ? mayoritas akan menjawab ingin mendapat
keberkahan dari orang shaleh tersebut. Saya
mau tanya ? apakah keberkahan hanya di dapat dengan bersentuhan saja ? kalian
cium dia, peluk dia tapi petuah, bimbingan dan tuntunannya tidak pernah
diperhatikan. Menurut kalian, apakah hal seperti itu bisa disebut sebuah keberkahan? Tentu tidak.
Saya mau tanya kepada kalian semua, mana yang lebih besar keberkahannya,
seseorang yang menjalankan tuntunan, bimbingan dan ajaran orang shaleh tetapi
tidak pernah bersentuhan dengannya dibandingkan seseorang yang selalu
bersentuhan, cium tangan bahkan memeluk orang sholeh tapi tidak pernah
menjalankan tuntunan, bimbingan dan ajarannya ? tentu, yang keberkahannya lebih
besar adalah seseorang yang menjalankan tuntunan, bimbingan dan ajarannya
meskipun ia tidak bisa bersentuhan denga orang sholeh tersebut.
Kalau kalian di suruh memilih, antara kepuasan orang shaleh
dan kepuasan kalian sendiri, kalian akan
memilih yang mana ? tentu kalian akan memilih kepuasaan orang shaleh. Dan Seorang
shaleh akan mendapatkan kepuasan apabila kalian mengikuti dan menjalankan
al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw dibandingkan kalian mencium tangannya
bolak-balik. Kalian harus membuka cakrawala berfikir kalian dan jangan
berfikiran sempit, sebab karunia Allah itu sangat luas dan tidak terbatas.
Sayyiduna Uwais al-Qorni, beliau sangat ingin berjumpa
dengan Rasulullah saw dan menghendaki untuk datang ke madinah untuk berjumpa
dengan Rasulullah saw. Namun ada persoalan yang membuat dia tidak bisa pergi ke
madinah berjumpa dengan Rasululllah saw. Sayyidina Uwais al-Qorni punya seorang ibu yang
harus dijaga dan dirawatnya, dan tak bisa ditinggalkan. Hingga Rasulullah wafat
dia belum sempat berjumpa dengan Rasulullah saw. Mungkin, dalam pandangan kita
Sayyidina Uwais al-Qorni mengalami kerugian yang sangat besar karena hingga Rasulullah
wafat dia belum sempat berjumpa.
Tapi coba kita perhatikan, persoalan yang membuat dia belum sempat berjumpa Rasulullah adalah karena merawat dan menjaga ibunya, dia berbakti kepada ibunya. Dan bakti kepada ibu adalah ajaran Rasulullah. Hal seperti itulah yang dikehendaki Rasulullah kepada kita semua ketika kita berperilaku dengan ibu kita.
Tahu tidak apa yang terjadi ? sebelum Rasulullah wafat,
seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa Uwais al-Qorni seumur hidupnya
belum pernah berjumpa secara fisik dengan Rasulullah, ketika Rasulullah
di madinah saat sedang duduk dengan para sahabatnya, memanggil pembesar-pembesar
sahabatnya yaitu sayyidina Umar dan Sayyidina Ali. Nabi berkata kepada mereka, “Ya
Umar Ya ali, Uwais Al-Qorni adalah pemimpin kaum tabiin.” Kemudian sayyidina
Umar dan Sayyidina Ali bertanya, “Ya Rasulullah, siapa itu uwais al-Qorni ?”
Rasulullah menjawab, “dia seseorang dari yaman, dia dulu punya penyakit belang
kemudian diberi kesembuhan oleh Allah tapi dia meminta agar disisakan sedikit
di bawah ketiaknya supaya ketika dia melihatnya dia ingat nikmat Allah, dia
ingin datang kemari tetapi karena mengurusi ibunya sehingga dia tak bisa
datang, dia dikenal di langit tapi tidak dikenal di bumi dan kalau kalian
bertemu dengannya mintalah dia agar dia memohon pengampunan untuk kalian
niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian.”
Seorang uwais dibandingkan dengan Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali tentu lebih kecil. Mereka berdua selalu berdekatan dengan Rasulullah saw, tapi kita lihat Rasululullah menyuruh Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali meminta didoakan oleh Sayyidina Uwais al-Qorni. Semenjak saat itu, Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali terus mencari seseorang yang namanya Uwais al-qorni, seseorang yang diceritakan Rasulullah, tapi tidak pernah ketemu-ketemu. Hingga akhirnya, baru ketemu menjelang wafatnya sayyidina Umar bin Khattab.
Di tahun terakhir menjelang kewafatannya, sayyidina umar
menjalankan ibadah haji. Pada saat semua orang berkumpul di arafah, sayyidina
umar menyuruh semua orang untuk berdiri, kemudian dia berkata, “ kalian yang
berasal dari yaman tetap berdiri, yang bukan silahkan duduk.” Kemudian berkata
lagi,”Dari semua penduduk yaman, yang berasal dari Kabilah al-Qorn tetap
berdiri” ternyata hanya satu orang yang tetap berdiri. Kemudian, seseorang itu
dipanggil sayyidina Umar. Seseorang dari yaman tersebut kemudian ditanyai oleh
Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali.
"Apakah engkau kenal seseorang yang bernama Uwais al-Qorni ?” tanya Sayyidina Umar.
Kemudian orang itu menjawab,”Wahai Amirul mukminin, apakah engkau melakukan ini semua, menyuruh semua orang berdiri di padang arafah hanya untuk mencari orang gila, orang yang sering dilempari batu oleh anak-anak, kalau makan di tong sampah bersama anjing”
“Iya benar, sekarang dimana ia berada ?” kata Sayyidina Umar
“Dia ikut pergi haji bersama kita, dia sekarang berada di
pojokkan padang arafah sedang mengurusi kambing-kambing dan onta kita. Dia terlalu
hina untuk kami ajak kesini sehingga kita biarkan dia disana.” Jawab orang
tersebut.
Umar bin khattab mendengar jawaban tersebut langsung
berpaling dan bergegas menuju tempat tersebut bersama sayyidina Ali Bin Abi Thalib.
Begitu sampai di lokasi, mereka berdua mendapati Uwais al-Qorni sedang
melaksanakan sholat sendirian sedang kambing sama ontanya dibiarkan berkeliaran
untuk cari makan sendiri. Umar bin Khattab mengucapkan salam, begitu mendengar
ucapan salam, uwais al-Qorni mempercepat sholatnya dan kemudian menjawab salamnya. Ketika
sayyidina umar melihat uwais al-Qorni, dia melihat seseorang yang ciri-cirinya
sama seperti apa yang dijelaskan oleh Rasulullah, kemudian menangis. Ali bin
Abi Thalib pun demikian.
“Engkau Uwais al-Qorni? Tanya Sayyidina Umar. “Benar, saya
uwais al-qorni. Tahu dari mana engkau namaku ?”jawab uwais. “Semua yang
dikatakan oleh Rasulullah, kini ada di depan mataku.”sahut sayyidina Umar. “Engkau
siapa ?”tanya uwais. Kemudian Ali bin Abi Thalib menjawab, “Dia Amirul Mukminin
Sayyidina Umar bin Khattab dan saya Ali bin abi Thalib.” Uwais pun kaget lantas
mengatakan, “ Semoga Allah membalas jasa kalian, atas pengabdian kalian terhadap kaum muslimin.”
Mereka pun lantas berbicara, saling menasehati satu sama
lain dan yang terakhir sayyidina Umar dan Sayyidina Ali meminta agar Uwais
al-Qorni memohonkan ampunan untuk mereka. Dengan merendah uwais al-Qorni
mengatakan,”Saya mau berdoa apa, saya tidak bisa. Bukankah kalian sahabatnya
Rasulullah.” Kemudian sayyidina Umar membalas,”Tidak, aku diperintahkan oleh
Rasulullah agar mengirim salam dan meminta engkau memohon ampunan untuk kami.” Akhirnya,
uwais pun menurutinya memohonkan ampunan kepada Allah untuk mereka berdua.
Diakhir pertemuan tersebut Uwais al-qorni mengatakan,”Kalian
tidak mengenal Rasulullah melainkan hanya bayangannya saja.” hal tersebut
tidak berarti bahwa Uwais lebih mengenal Rasulullah daripada sayyidina Umar dan
Sayyidina Ali, tetapi untuk menunjukan betapa besar keagungan Rasulullah saw. Dari
kisah ini bisa kita saksikan hubungan dua orang antara Rasulullah dan Uwais
bukan hubungan fisik, karena Rasulullah dan Uwais tidak pernah berjumpa secara
fisik. Tetapi, keduanya saling mengenal, seolah-olah mereka berdua selalu
berdekatan secara fisik. Karena uwais mengetahui banyak tentang Rasulullah, dan
begitu pula Rasulullah tahu banyak tentang Uwais al-Qorni.
Walhasil, apabila kita tidak bisa bersalaman dengan
orang-orang shaleh, tidak perlu merasa rugi, yang terpenting ada cinta di hati kita terhadap
mereka.
No comments:
Post a Comment