OLEH: RIJAL MUMAZZIQ ZIONIS
Di Libya, kubu Islamis menjalankan pemerintahan bayangan di Sirte,
kota kelahiran Moammar Qadhafi, dengan dibantu jaringan al-Qaidah,
sebagian juga simpatisan ISIS. Kubu sekuler pro-Barat bertumpu di
Tripoli. Kedua kelompok buntu dialog, enggan berkompromi, dan sama-sama
bersikeras dengan keinginan masing-masing.
Kita belajar bahwa persatuan itu mahal, kawan!
Di Afganistan, majelis tertinggi Loya Jirga telah didirikan lebih dari
satu dasawarsa silam, tapi masih menjadi medan pertarungan rasialis
antara etnis Pushtun, Tajik, dan Kazakh. Etnis minoritas Hazara yang
mayoritas Syiah tetap disisihkan. Di kubu lain, Taliban memilih menjadi
oposan bersenjata. Tahun 2011, Burhanuddin Rabbani, sufi mujahidin yang
menjadi presiden Afganistan di era 1990-an pulang ke negeri tercintanya
usai di pengasingan. Ia ingin membantu Hamid Karzai mempersatukan
faksi-faksi yang bertikai dengan jalan dialog. Dua orang utusan Taliban
yang bertamu ke rumahnya dia sambut dengan pelukan, dan saat itu pula
bom bunuh diri diledakkan. Rabbani, negarawan moderat itu, gugur di
saat berusaha mempersatukan bangsanya.
Kita semakin tahu, persatuan itu mahal, akhi!
Di Pakistan, hari ini kubu garis keras Sunni membom masjid kaum Syiah,
tak berselang lama ekstrimis Syiah memberondongkan AK-47 ke rombongan
polisi Sunni. Di lain hari, simpatisan Taliban masuk ke sebuah aula
universitas dan langsung memberondong mahasiswa dengan enteng disertai
ledakan granat yang dilempar seperti petasan. Sebelumnya, mereka bahkan
menembaki bocah-bocah di sebuah madrasah lalu merilis pers rilis tentang
aksinya dengan bangga. Dua tahun sebelum ekstrimis ini beraksi, secara
pengecut mereka bahkan ingin melenyapkan nyawa Malala Yousafzai, seorang
siswi anak-anak (!) juga.
Kita juga belajar jika ketenangan dan ketentraman itu mahal, sahabat!
Di Irak, kota-kota yang menjadi basis ISIS maupun al-Qaidah adalah kota
dengan penduduk mayoritas Sunni. Mereka sebagian mendukung ISIS antara
lain karena alasan sentimentil: Syiah mendominasi pemerintahan Irak,
termasuk dalam formasi militer terbaru. Jalur dialog dan konsep
pembagian kekuasaan secara merata nyaris buntu.
Demikian pula
dengan yang terjadi di Suriah. Bashar terlalu nyaman duduk di
pemerintahan, ia tak mau membaginya dengan kubu oposisi yang kemudian
dimanfaatkan Barat mengguncang kursinya. Persoalan tambah runyam karena
masing-masing membawa bolo-kurowonya masuk terlibat di padang Kurusetra
sesama anak bangsa.
Dari sini kita belajar, perdamaian mahal, dan tak mudah dicapai.
Kita juga belajar dari sini, perang hanya melahirkan para jagoan, bukan negarawan, apalagi ulama jempolan.
Di saat negara-negara lain masih sibuk berkutat soal relasi antara
agama dan negara, kita bersyukur para founding fathers Indonesia telah
membangun sebuah konsep simbiosis mutualisme antara keduanya, untuk
menjembatani kubu garis keras di faksi sekuler ala Barat maupun kelompok
integralistik.
Di saat negara lain masih meraba-raba sebuah
"kalimatun sawa" yang bisa mengikat secara ideologis seluruh elemen anak
bangsa, kita bersyukur mempunyai Pancasila. Ia bukan agama dan tidak
dapat menggantikan agama. Ini adalah rumusan dan pilihan paling
rasional, faktual dan realistis untuk mempersatukan wilayah Nusantara.
Kalaupun ada pihak yang ingin menggantikan Pancasila dengan konsep yang
"keren" dan "wow", kita tidak akan menyetujuinya. Mengapa? Karena tidak
ada jaminan konsep mereka bisa lebik baik dari Pancasila ketika
diimplementasikan dalam tataran realitas. Terlebih, pemerintahan ala
mereka belum berdiri saja sudah suka main ancam dan terkesan otoriter,
apalagi kalau mereka berkuasa. Ini adalah kelompok naif yang ingin
mengubah dunia tapi lupa mengubah dirinya terlebih dulu. Kita harus
belajar dari sejarah, dan juga, dari persoalan yang terjadi di Timteng
saat ini.
Manakala kekuasaan dilihat dari sudut pandang
"menang-kalah" dan bukan "bagaimana sebaiknya/piye penake" saat itulah
kekuasaan menjadi alat penindas. Dan, bagi saya Indonesia adalah wujud
konsensus "piye penake" yang tak perlu baku bunuh untuk mencapai
perdamaian (civis pacem para bellum), tapi bisa diselesaikan dengan
musyawarah sambil ngopi diselingi humor.
Begitu..... Dari ulasan di atas, pertanyaan pentingnya adalah: mengapa Piccolo dalam
"Dragon Ball" bertubuh hijau dan bersorban? Apakah ini konspirasi dan
konspirasu? Apakah Piccolo suka minyak zakfaron?
*Sumber: wall Rijal Mumazziq Zionis

Perdamaian 'Penake Piye' ala Indonesia
Bagikan Artikel Ini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ya Allah.. selamatkanlah kami dari masa2 fitnah ini.. Amiiin
ReplyDeleteamin ya allah ya robbal alamin
Delete