Konservasi Pertanian Muslim Kenya - Santrijagad

Konservasi Pertanian Muslim Kenya

Share This
SANTRIJAGAD – Sebanyak 248 juta muslimin di daerah sub-Sahara Afrika yang bercocok tanam di tanah kurang subur Nairobi, mengembangkan suatu sistem baru untuk mengoptimalkan proses dan hasil pertanian mereka. Sistem ini berdasarkan pada konsep konservasi lahan pertanian demi menghadapi perubahan iklim dan kekeringan.

“Ada jutaan orang di sini yang akan mengalami kekurangan pangan sebab hutan-hutan lenyap, hewan punah, dan tanah rusak serta kehilangan keanekaragaman hayatinya,” ucap Abdulghafur al-Busaidy, profesor dan pengelola Supreme Council of Kenyan Muslim (SUPKEM).

Program ini diluncurkan oleh sebuah organisasi kerjasama antara Alliance of Religious and Conservation (ARC, Inggris), SUPKEM (Kenya), dan Global One 2015. Dengan mengusung slogan; Pertanian Islami, Perangkat Pertanian Konservatif, mereka membumikan ajaran suci al-Qur’an tentang pemeliharaan alam lingkungan melalui pertanian.

Sosialisasi disampaikan kepada para petani dengan panduan yang disarikan dari kitab suci. Menggunakan konsep ‘rizqi’, panduan ini menekankan enam ajaran utama Islam tentang sumber daya alam; merencanakan (plan), mempersiapkan (prepare), menanam (plant), menyediakan (provide), melindungi (protect), dan menghasilkan (produce).

Upaya ini dicanangkan bersama-sama lintas iman demi mewujudkan kesejahteraan bersama. Susie Weldon dari ARC menyatakan optimismenya terhadap program pemeliharaan lingkungan berbasis keyakinan beragama ini.

Hajji Ahmed Muguluma, seorang petani sekaligus ketua Uganda Faith Network on Environtment Action dari Uganda, sangat bersyukur atas sosialisasi ini. Selama beberapa tahun ia mencoba menerapkan pertanian konservatif pada lahan seluas 15 hektar, namun belum memuaskan karena tidak ada panduan yang efektif.

“Organisasi kami telah menyediakan 50 hektar lahan di berbagai tempat di Uganda. Di sana, para petani dilatih bagaimana menerapkan pertanian konservatif. Yakni bagaimana meminimalisasi pemangkuran tanah, menanam benih di lubang kecil agar bisa menahan air, atau menanam pohon yang bisa membantu penyuburan benih yang ditanam. Populasi Uganda meningkat sejak kemerdekaan pada 1962. Banyak anak-anak muda pindah ke kota. Menyediakan cadangan makanan bagi seluruh penduduk negara adalah sebuah tantangan, padahal hutan-hutan makin menipis dan erosi tanah menjadi masalah. Maka konservasi pertanian adalah sebuah pilihan tepat,” ungkap Muguluma.

“Metode pertanian tradisional yang diterapkan oleh para petani muslim sangat efektif dalam melindungi kelestarian tanah,” kata Husna Ahmad dari Global One 2015, “maka kami membuat panduan ini agar pekerjaan mereka semakin terarah. Terutama, tidak sekedar bertani, tetapi juga sebagai bentuk ibadah.”

Konservasi lahan pertanian di Afrika memang bukan hal baru, sebagaimana disampaikan Jane Oyuke dari Kementerian Pertanian Kenya. African Union sudah mencanangkannya sejak 2008 melalui badan-badan regional yang terpadu.

Menurut Oyuke, menerapkan konservasi lahan pertanian terhadap para petani adalah tantangan besar. Karena menuntut adanya perubahan kebiasaan yang mendasar. Melalui panduan manual yang sudah disebar sepanjang sub-Sahara ini, produktivitas pertanian makin bisa diharapkan, sekaligus ketersediaan air dan kelestarian tanah bisa terjamin. [Zq]

*Sumber: liputan Pius Sawa dalam www.trust.org