#SeriSantri (J) - Empat Level Santri - Santrijagad

#SeriSantri (J) - Empat Level Santri

Bagikan Artikel Ini

Oleh: Zia Ul Haq


Mengais ilmu adalah kewajiban setiap muslim, begitu dhawuh Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.  Dan setiap muslim yang berjuang mengais ilmu disebut ‘santri’, sesuai dengan jenjangnya masing-masing. Nah, ada beberapa jenjang -menurut saya- dalam wilayah kesantrian ini. Yakni jenjang awam, pemula, menengah, dan mahir.

Awam


Inilah lapis paling awal dalam perjalanan keilmuan santri. Yakni ketika ia mengaji hal-hal pokok dalam agamanya secara praktis, baik dalam ranah keyakinan, peribadatan, maupun nilai-nilai moral. Khususnya adalah tentang siapa Tuhannya, bagaimana cara melaksanakan ritual-ritual keagamaan dalam rangka menyembah-Nya, dan bagaimana memperlakukan sesama manusia.


Praktiknya, jenjang ini dilaksanakan di majlis-majlis taklim para pemuka agama, pengajian-pengajian rutinan di masjid-masjid, atau sekolah-sekolah umum mulai jenjang SD hingga SMA. Sasarannya adalah agar masyarakat bisa memahami tata cara ibadah, baik mahdlah maupun muamalah, serta melaksanakannya dengan benar.


Maka biasanya, para pengajar di jenjang ini tidak perlu menyampaikan dalil-dalil sebagai sumber rujukan. Yang penting masyarakat terima beres, hidangan matang yang tinggal disantap. Tahap inilah yang menduduki taraf wajib 'ain bagi setiap muslim. Apapun profesinya, berapapun usianya. Ia harus paham tentang garis besar enam rukun iman, bagaimana tata cara pelaksanaan lima rukun Islam, serta paham terhadap etika kehidupan sebagai makhluk individu dan sosial. Ilmu yang bersifat wajib ini adalah bekal dasar untuk menapaki jalan menuju keselamatan dunia akhirat.


Pemula


Yakni ketika santri mempelajari cabang-cabang ilmu agama secara lengkap dan berjenjang. Di tahap ini ia mulai mengenal ilmu-ilmu alat, dan juga mulai bersentuhan dengan kitab-kitab salaf sebagai referensi keagamaan. Ia mulai belajar tentang tata bahasa Arab dasar (nahwu dan sharaf) sebagai alat bantu dalam memahami teks-teks keagamaan. Santri pemula ini sekadar untuk membuka wawasan tentang keberagaman ilmu-ilmu agama. Mulai dari tajwid, tafsir, hadits, tauhid, fikih, akhlaq, ushul fiqh, musthalah, sejarah, ilmu waris, sastra, dan falak.

Karya-karya yang dipelajari pun masih berupa kitab-kitab praktis, bukan teoretis konseptual. Biasanya berupa kitab-kitab matan (teks singkat) dalam bentuk nazham (susunan bait-bait) agar mudah dihapalkan. Karena hanya sebagai pintu pembuka, maka kitab-kitab inipun sangat jarang yang mencantumkan dalil.

Dalam prakteknya, jenjang ini dipraktikkan di level madrasah, baik berupa madrasah diniyyah maupun tsanawiyah-aliyah. Meski tidak menutup kemungkinan bisa dilaksanakan pula di surau-surau kampung secara tradisional. Tahap santri pemula ini bisa mencukupkan diri hanya sampai sini, kemudian melanjutkan penguasaan bidang-bidang ilmu lain berupa sains, humaniora, atau kecakapan profesional. Lalu ia bisa mulai menggali keterkaitan antara ajaran Islam dengan bidang keilmuan atau profesinya masing-masing.


Menengah


Inilah tahap ketika santri sudah mulai berkenalan dengan referensi-referensi teoretis konseptual. Biasanya ditandai dengan kitab-kitab yang mulai tebal dan berjilid-jilid. Ia mulai akrab dengan dalil-dalil dan hasil-hasil istinbath para ulama besar. Mulai mengaji sebab-sebab penurunan ayat Quran, ayat-ayat dan hadits-hadits hukum, pendalaman fikih secara detail, perbandingan antar-mazhab, kaidah-kaidah fikih, aliran-aliran teologi, perbedaan pendapat ulama, tasawuf, ensiklopedi hadits, hingga ilmu-ilmu Quran yang membahas metode tafsir dan perbedaan bacaan.


Dalam praktiknya, jenjang ini dilaksakan dalam bentuk Ma’had ‘Aly, ‘pesantren luhur’, atau bisa juga dalam bentuk lain yang berbeda. Di tahap ini, masih ada lapisan-lapisan lain mulai dari jenjang kitab yang dibaca hingga daya argumentasi di forum-forum diskusi ilmiah.


Mahir


Yakni ketika seorang santri sudah berkecimpung begitu intensif dan cukup lama dengan ilmu-ilmu syariah, baik berupa kegiatan belajar maupun mengajar. Plus ditunjang dengan penguasaan suatu ilmu tertentu sebagai bidang spesialisasinya. Namun kriteria di tahap ini tidak hanya sekedar kecakapan pemahaman atau intelektualitas belaka. Ada satu kriteria lagi sebagaimana disebutkan di dalam Quran, yakni adanya 'khosy-yah', rasa tunduk mengkirut di haribaan Allah. Inilah jenjang yang disebut sebagai jenjang orang ‘alim, jamaknya ‘ulama’.


Tentu saja semua level ini hanya perjenjangan dari sudut pandang kegiatan mengaji ilmu agama, tanpa memperhitungkan kesalehan ritual dan sosial. Dengan memahami jenjang-jenjang ini,  kita bisa mulai mengukur diri di mana posisi kita masing-masing. Memang benar bahwa semua muslim yang ngaji, berguru, berakhlak Islami, bisa disebut santri. Tapi ya tetap beda tingkatannya. Biar tahu diri, sekaligus sadar tanggung jawab dan peran kesantrian.

Abah Sepuh Suryalaya bersama santri dan kerabatnya


No comments:

Post a Comment