Banyak sekali kisah atau riwayat yang diungkapkan orang mengenai kehidupan keluarga Siti Fatimah az-Zahra dan Imam Ali r.a ini. Hidup mereka sebagai sepasang suami istri yang mulia memang tidak lama, hanya kira-kira dua belas tahun. Tetapi masa yang pendek itu mengandung peristiwa-peristiwa yang mengharukan dan mulia tentang hidup dua insan yang paling disayang Rasulullah saw. Salah satu peristiwa yang mengesankan tentang keserasian dan kemuliaan hidup sepasang suami isteri Siti Fatimah r.a dan Ali ibn Abi Thalib diungkapkan oleh al-Baidhawy dari riwayat yang berasal dari Abdullah Ibnu Abbas:
Pada suatu waktu, Hasan dan Husain r.a jatuh sakit. Bersama Umar
ibn Khattab dan Abu Bakar ash-Shiddiq, Rasulullah datang menjenguk. Berkatalah Umar
bin Khattab kepada Ali r.a, “ Kalau anda bernadzar untuk dua orang putera anda
itu, Allah akan memulihkan kesehatan mereka, Insya Allah..”
“Baiklah, aku aakan berpuasa tiga haru sebagai rasa syukur
kepada Allah”, sahut Imam Ali. “ Aku juga akan berpuasa tiga hari sebagai rasa
syukur...” ujar Siti Fatimah r.a menimpali nadzar suaminya itu. “Kami juga akan
berpuasa tiga hari..,” sambung serentak Hasan dan Husain r.a yang sedang sakit.
Beberapa hari kemudian Allah swt berkenan memulihkan kembali
kesehatan Hasan dan Husain. Semua anggota keluarga yang telah mengucapkan
nadzar segera mulai melaksanakan puasa tiga hari. Secara kebetulan selama
hari-hari berpuasa itu mereka tidak mempunyai persediaan makanan sama sekali.
Imam Ali r.a kemudian pergi ke rumah kenalannya, seorang yahudi bernama Syam’um,
yang bekerja sebagai pengusaha tenun bulu domba. Kepadanya Imam Ali r.a
menanyakan kemungkinan untuk bisa mendapat jatah pekerjaan dengan upah
tertentu.
“Apakah anda bisa menyerahkan kepadaku bulu domba untuk
dipintal oleh putri Muhammad dengan upah tiga takar gandum? “ tanya Imam Ali
kepadanya.
Syam’un menyatakan kesediaannya. Kepada Imam Ali
diserahkannya sejumlah bahan/bulu domba yang diminta untuk dikerjakan. Imam Ali
r.a lalu pulang dengan membawa bulu domba untuk dipintal oleh istrinya sambil
menenteng tiga takar gandum yang diterimanya sebagai upah.
Sesampainya di rumah, Imam Ali menceritakan kepada istrinya,
bagaimana ia berhasil memperoleh pekerjaan itu. Ternyata Siti Fatimah r.a
menyambut baik usaha suaminya dan dengan senang hati ia bersedia mengerjakannya
secepat mungkin.
Setelah sepertiga bulu domba selesai dikerjakan, diambilnya
setakar gandum yang menjadi haknya sebagai upah kerja, lalu diolahnya menjadi
beberapa potong roti. Dengan demikian masing-masing anggota keluarga akan
mendapat jatah sepotong roti pada waktu buka puasa.
Hari mulai petang dan tibalah waktu maghrib. Bersama Rasulullah
saw, Ali r.a menunaikan shalat di masjid. Seusai shalat ia pulang, lalu ia
duduk bersama keluarga menghadapi lima potong roti untuk berbuka puasa. Baru saja
Imam Ali r.a menggigit sepotong roti jatahnya, tiba-tiba muncul seorang faqir
miskin berdiri di depan pintu sambil berkata memelas, “ Assalamu’alaikum, ya
ahlul Bait Muhammad ! aku ini seorang muslim yang sangat miskin.., tolong
berilah aku sebagian hidangan yang sedang kalian santap. Semoga Allah akan
memberi makan kalian dari hidangan yang tersedia di dalam surga.”
Roti yang masih terpegang di tangan segera diletakkan oleh
Imam Ali r.a dan berkata kepada isterinya dalam bentuk senandung, “Hai Fatimah,
wanita mulia dan beriman teguh, puteri manusia termulia di muka bumi.., tahukah
engkau ada seorang miskin sengsara berdiri di pintu merintih kelaparan ?
ingatlah, bahwa tiap manusia tergantung pada kebajikan amalnya.”
Dengan bersenandung pula Siti Fatimah menyahut, “ Hai putera
paman, perintahmu kutaati! Aku tidak menyesal dan tidak merasa lemah karena
lapar. Aku rela makan butiran gandum, karena aku ingin memberi makan orang
kelaparan. Kebenaran ada pada tiap manusia bertaqwa dan hidup berjama’ah. Kudambakan
syafa’at untuk masuk ke dalam surga..”
Selesai mengucapkan kata-kata itu, segera diambilnya semua
roti hidangan dan diberikan kepada orang miskin yang menunggu di depan pintu. Malam
harinya semua perut anggota keluarga terasa lapar. Untuk dapat melanjutkan
puasa nadzarnya, masing-masing hanya meneguk air tawar.[Akhmad Syofwandi]
No comments:
Post a Comment