Fikih #6: Tayammum (Pengganti Wudlu dan Mandi Besar) - Santrijagad

Fikih #6: Tayammum (Pengganti Wudlu dan Mandi Besar)

Bagikan Artikel Ini
Tayammum secara bahasa bermakna menyengaja. Dalam fikih, tayammum berarti mendatangkan debu yang suci mensucikan pada wajah dan kedua tangan sebagai pengganti wudlu atau mandi besar dengan syarat-syarat tertentu.

A. Lima Syarat Tayammum

1. Udzur sebab tak ada air, safar, atau sakit.
2. Sudah masuk waktu sholat. Maka tidak sah tayammun untuk sholat yang dilakukan sebelum masuk waktunya.
3. Mencari air setelah masuknya waktu sholat, baik diri sendiri atau orang lain yang telah diberi izin, sehingga betul-betul tidak bisa menemukan air. Jika ia sendirian, maka cukup mengamati ke empat arah, jika ia berada di dataran yang rata. Jika ia berada di tempat yang naik turun, maka harus berkeliling ke tempat yang terjangkau oleh pandangan matanya.
4. Sulit menggunakan air. Jika menggunakan air, khawatir akan kehilangan nyawa atau fungsi anggota badan. Termasuk udzur adalah seandainya di dekatnya ada air, namun jika mengambilnya, ia khawatir atas keselamatan dirinya sebab binatang buas atau musuh, atau khawatir hartanya akan diambil oleh pencuri.
5. Menggunakan debu yang suci mensucikan dan tidak basah. Di dalam sebagian redaksi matan, ditemukan tambahan di dalam syarat ini, yaitu debu yang memiliki ghubar. Sehingga, jika debu tersebut tercampur oleh gamping atau pasir, maka tidak diperbolehkan. Debu musta’mal juga tidak sah digunakan tayammum.

B. Empat Fardlu Tayamum

1. Niat. Orang yang melakukan tayammum bolah niat fardlu dan sunnah sekaligus. Jika niat fardlu saja, maka di samping fardlu tersebut, ia juga diperkenankan melakukan ibadah sunnah dan sholat jenazah. Jika niat sunnah saja, maka ia tidak diperkenankan melakukan fardlu besertaan dengan ibadah sunnah, begitu juga seandainya ia niat sholat saja.

Wajib menyertakan niat tayammum dengan memindah debu pada wajah dan kedua tangan, serta melanggengkan niat itu sembari mengusap sebagian wajah. Seandainya dia mendapat hadats setelah memindah debu, maka tidak boleh mengusap dengan debu tersebut, tetapi harus mengambil debu yang lain. Misal niat tayammum untuk shalat fardhu.

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ المَفْرُوضَةِ للهِ تعَاَلَى

Artinya: “Saya niat tayamum agar dapat diperbolehkan melaksanakan shalat fardhu karena Allah Ta’ala”.

2. Mengusap wajah.
3. Mengusap kedua tangan hingga kedua siku.
4. Tertib atau berurutan. Wajib mendahulukan mengusap wajah sebelum mengusap kedua tangan, baik tayammum untuk hadats kecil ataupun hadats besar.

C. Tiga Kesunahan Tayammum

1. Membaca basmalah.
2. Mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan sebelum bagian kiri, mendahulukan wajah bagian atas sebelum wajah bagian bawah.
3. Muwalah (bersegera).

D. Tiga Hal Pembatal Tayammum

1. Semua hal yang membatalkan wudlu.
2. Melihat/menemukan air di selain waktu sholat. Maka orang yang melakukan tayammum karena tidak ada air kemudian ia melihat atau menyangka ada air sebelum melakukan sholat, maka tayammumnya batal. Jika ia melihat air saat melakukan sholat, dan sholat yang dilakukan termasuk sholat yang tidak gugur kewajibannya dengan tayammum (tetap wajib qodlo, seperti sholatnya orang mukim), maka seketika itu sholatnya batal. Jika sholatnya termasuk sholat yang sudah gugur kewajibannya dengan tayammum (seperti sholatnya seorang musafir), maka sholatnya tidak batal, baik sholat fardlu ataupun sunnah. Jika seseorang melakukan tayammum karena sakit atau sesamanya, kemudian ia melihat air, sholatnya juga tidak batal, tayammumnya tetap sah.
3. Murtad.

E. Shahibul Jabair (Orang yang Memakai Penutup Luka)

Jabair adalah semua bentuk penutup bagian yang sakit dari anggota badan yang dapat menghalangi sampainya air ke permukaan kulit, seperti kain kasa, perban, gips, dan lain sebagainya. Penutup seperti ini harus dibuka ketika seseorang hendak bersuci, kecuali jika khawatir menyebabkan bahaya pada bagian yang ditutupi.

Bagi pemakai jabair, boleh mengganti wudhu dengan mengusap perban. Terdapat beberapa syarat dalam kebolehan mengusap perban, yaitu:

1. Jika terkena air maka akan mengakibatkan bahaya pada anggota badan yang luka atau patah. Atau jika perban dibuka akan mengakibatkan bahaya pada bagian yang sakit.
2. Anggota badan yang sehat boleh terkena air, jika tidak maka kewajiban orang itu adalah tayamum.
3. Hendaknya perban dipasang setelah bagian tubuh yang sehat dan tertutupi perban menjadi suci dengan wudhu atau mandi terlebih dahulu.

Cara bersuci bagi pemakai perban yang tidak memungkinkan dibuka:
1. Berwudhu seperti biasa hingga bagian tubuh yang ditutupi perban.
2. Bertayamum ketika sampai pada bagian yang ditutup guna menjaga tertib (urutan pembasuhan).
3. Mengusap perban penutup.
4. Melanjutkan wudhu pada bagian yang tersisa.

Jika orang yang memakai perban tersebut ingin melaksanakan sholat wajib yang lain maka ia cukup bertayamum saja, tidak perlu berwudhu (mengusapkan air) lagi.

Orang yang memakai perban di atas tidak wajib mengqodho (mengulang) sholatnya dalam dua keadaan, yaitu:

1. Jika perban hanya menutupi tepat bagian yang sakit saja (tidak mengenai bagian lain yang sehat).
2. Jika perban menutupi sebagian tubuh yang tidak sakit (sebatas keperluan mengikat) dan bagian tersebut dalam keadaan suci (tidak berhadats).

Namun, orang yang memakai perban wajib mengulangi shalatnya jika telah sehat dalam tiga keadaan, yaitu:

1. Perban berada pada anggota tayamum, baik ia memakai dalam keadaan suci ataupun hadas.
2. Perban bukan pada anggota tayamum tetapi menutupi sebagian tubuh yang sehat (sebatas keperluan mengikat) dan bagian itu dalam tidak suci.
3. Perban bukan pada anggota tayamum tetapi menutupi sebagian tubuh yang sehat melebihi keperluan mengikat, baik ia memakainya dalam keadaan suci maupun hadats.

F. Keperluan Tayammum

Tayammum dilakukan untuk mengganti wudhu atau mandi besar karena hendak melakukan satu ibadah fardlu dan ibadah nadzar saja. Yakni berupa sholat, thowaf, dan khutbah Jumat. Tidak diperkenankan satu tayammum untuk melakukan dua sholat fardlu, atau dua thowaf, sholat dan thowaf, atau sholat Jum’at dan khutbahnya. Tetapi boleh melakukan ibadah-ibadah sunnah berkali-kali sesuai yang dikehendaki untuk satu tayammum.

G. Mengulang dan Tidak Mengulang Shalat

Shalat dengan menggunakan tayamum, adakalanya tidak harus diulangi; adapula yang harus diulangi.

(a) Tidak usah mengulangi shalat apabila:

1. Krisis air permanen: ada di tempat yang sudah biasa tidak ada air; butuh air untuk diminum; butuh menjual air untuk biaya hidup; tidak mampu membeli air; mampu membeli air tetapi uangnya dibutuhkan untuk biaya hidup atau melunasi hutang; harga air di atas harga standar.
2. Terhalang; sulit mengambil air karena terhalang musuh atau terhalang binatang buas; tidak menemukan alat untuk mengambil air; khawatir membahayakan pada dirinya atau orang lain.
3. Sakit; khawatir memperlambat kesembuhan; menambah parah sakit yang diderita; berdampak negatif pada anggota tubuh bagian luar.

(b) Harus mengulangi shalat ketika keadaan sudah normal, apabila:

1. Krisis air sementara; berada di tempat yang biasanya ada air hanya saja pada saat itu kebetulan habis; lupa punya air; kehilangan air di kendaraan saat perjalanan.
2. Memakai perban; memasang perban di anggota wudhu pada saat ia tidak punya wudhu; perban terpasang di anggota tayammum.
3. Kondisi; tayammum karena sangat dingin

“Dalam syariat ada dua media bersuci, yaitu air dan debu (tanah). Hal ini mengingatkan manusia tentang asal-muasal penciptaan raganya. Juga mengingatkan tentang tanah airnya.”
INFOGRAFIS:

VIDEO:


*Rujukan: Fathul Qorib

Ikuti kami di:
Grup Telegram/Youtube: Madrasah Santrijagad
Facebook/Twitter/Instagram/Channel Telegram: Santrijagad

1 comment: