Kita harus tahu bahwa kata-kata indah dan kuat yang dimiliki
oleh seorang penceramah memiliki daya magis yang dapat meyakinkan orang lain,
karenanya hidayah itu masuk ke relung hati orang fasik dan orang yang tak
beragama. Tentu saja, kata-kata seperti itu harus lahir dari rasa cinta dan
perasaan yang hangat. Saya katakan pada anda bahwa diantara kaum Orientalis ada
yang memiliki dalil ilmiah tentang adanya Allah dan tentang kebenaran islam,
baik hal aqidah maupun syari’ah. Walaupun demikian, dalil dan bukti ilmiah
tidak dapat mengarahkan mereka ke jalan hidayah. Oleh karena itu, menurut saya,
apabila sebuah pernyataan tidak mengandung unsur-unsur ilmiah, itu hanya akan
berakhir di gendang telinga. Makna dan isinya hanya akan berhenti di otak,
tidak sampai menembus jiwa. Karena jiwa adalah sekumpulan perasaan, ia hanya
bisa ditembus oleh perasaan pula.
Beberapa penceramah menyampaikan kata-kata biasa di hadapan para pembesar dan orang-orang pintar. Tentu saja, kata-kata mereka tidak akan mempengaruhi jiwa pembesar, apalagi tersentuh karenanya. Sebabnya yang mereka katakan adalah kata-kata biasa yang hanya lewat di telinga. Sementara itu, ada orang yang mencintai Allah dengan gejolak jiwa yang meluap-luap. Coba saja perhatikan kata-katanya yang sedehana, penuh cinta menyentuh sampai ke dalam relung jiwa pendengarnya. Inilah yang dinamakan komunikasi dari jiwa ke jiwa.
Sufyan bin Uyainah meriwayatkan bahwa ia bersama beberapa
orang ulama menemui khalifah Harun ar-Rasyid untuk memenuhi undangannya.
Setelah kami masuk, masuklah Fudhail bin Iyadh. Kepalanya memakai surban.
Setalah suasana majelis tenang, ia berkata kepadaku, “Hai Sufyan, siapa
diantara mereka yang menjadi Amirul Mukminin ?”aku menjawab, “Ini, aku beri
isyarat kepadanya.” Kemudian, Fudhail bin Iyadh pun berkata kepadanya, “Hai
pemilik wajah tampan, anda kah yang dibebani urusan umat ? anda telah mengemban
tugas yang sangat berat..” Ar-Rasyid pun menangis, kemudian ia membagikan untuk
tiap-tiap ulama sepuluh dirham. Mereka pun menerimanya, kecuali Fudhail bin
iyadh. Ar-Rasyid pun bertanya, “Apa yang membuatmu zuhud, hai Abu Ali?” Fudhail
menjawab,”Anda lebih zuhud.” Ar-Rasyid bertanya kembali,”Bagaimana bisa ?”
jawab Fudhail, “Karena aku zuhud terhadap dunia yang fana, sementara anda zuhud
terhadap akhirat yang kekal.”
Inilah gejolak cinta. Inilah yang terkandung dalam untaian
kata-kata sedehana yang disampaikan oleh Fudhail kepada Khalifah Harun
aar-Rasyid. Kata-kata itu tetap tersimpan dalam telinganya, lalu masuk ke
jiwanya sehingga membuat Khalifah pun menangis karenanya.
No comments:
Post a Comment