Oleh: KH. Maimoen Zubair, Sarang Rembang
Dunia ini selalu mengalami perubahan-perubahan, dan semua itu menuju kepada rahmat yang luar biasa jika disikapi dengan positif dan dilihat dengan penuh hikmah. Ada dua hal yang perlu dihadirkan dalam tiap perubahan, yaitu keadilan (al-adaalah) dan keteraturan (al-intidzaam). Kehadiran keduanya akan mengantarkan kepada kemajuan, sementara hilangnya dua hal itu akan mengarahkan pada keterbelakangan dan kemunduran.
Kita bersyukur kepada Allah SWT. bahwa perubahan besar yang disebabkan oleh adanya perang dunia kedua antar Blok Barat dan Blok Timur telah melahirkan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa pertama yang diberi anugerah oleh Allah sebagai bangsa yang memproklamirkan kemerdekaannya paska Perang Dunia Kedua. Tanda bahwa Allah bersama Bangsa Indonesia adalah bahwa kemerdekaannya disertai dengan pengakuan akan ketuhanan (uluhiyyah—sila pertama) yang disertai dengan dimensi kemanusiaan (insyaniiyyah—sila kedua).
Ketuhanan berarti bahwa setiap hal yang dihadapi bangsa ini tidak boleh hanya dilihat sebagai ciptaan (al-makhluuq) karena di baliknya ada Sang Pencipta (al-khaaliq). Sebaliknya, jika bangsa ini sedang melihat Allah Sang Khaliq mereka tidak boleh berhenti di sana, karena Allah banyak menampilkan diri dalam ciptaannya.
Kesadaran demikain jika absen dari bangsa ini maka akan melahirkan kehinaan duniawi dan ukhrawi, seperti diisyaratkan oleh Allah dalam firmannya:
ضربت عليهم الذلة أينما ثقفوا إلا بحبل من الله وحبل من الناس
Uluhiyyah dengan demikian tidak saja berarti memperhatikan dan menguatkan tali ketuhanan (hablun minalLaah), akan tetapi harus juga disertai dengan tali kemanusiaan (hablun minan-naas). Tali kemanusian terhubungkan dengan keadilan dalam artinya yang luas, yakni keadilan yang bertalian dengan jiwa, bahwa setiap manusia memiliki hak hidup yang layak dan terhormat; kedua keadilan yang bertalian dengan akal, yakni bahwa setiap manusia memiliki hak belajar dan pengetahuan yang mengantarkannya mengerti akan kehiduapan dan hak serta kewajibannya; ketiga keadilan yang bertalian dengan kehormatan manusia, bahwa manusia tidak boleh dinistakan dan dihinakan; keempat keadilan yang bertalian dengan kepemilikan, bahwa manusia berhak atas kepemilikan atas hajat hidupnya dan juga usaha-usahanya; kelima keadilan berkenaan dengan keturunan, bahwa agar bisa membangun rumah tangga harus melalui pernikahan sesuai dengan agama kedua mempelai.
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepada Bangsa ini sebagai bangsa pertama yang memproklamirkan kemerdekaan paska Perang Dunia Kedua. Segala puji bagi-Nya atas lahirnya Pancasila yang menyertainya: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi penuh hikmah, dan keadilan sosial. Dasar-dasar ini harus dilestarikan secara terus menerus.
Kita masih terus bersyukur atas kenikmatan-kenikmatan itu di tengah terpaan kesedihan yang menimpa kita semua atas lahirnya perselisihan antar anak-anak Bangsa di negeri Indonesia yang agung ini. Mereka semua harus mampu menahan diri. Jangan sampai perselisihan ini melahirkan fitnah-fitnah yang menghancurkan pondasi bangsa yang telah dibangun melalui anugerah-anugerah Tuhan. Yang lebih menyedihkan lagi jika perselisihan-perselisihan ini dimanfaatkan oleh mereka yang tergabung dalam kelompok teroris dan kelompok radikal serta kelompok-kelompok yang tidak suka dengan lahirnya negara nasionalis yang penuh dengan nilai-nilai ketuhanan.
Mari kita semua berpegang teguh kepada Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, ajaran-ajarannya para salafushshaalih, dengan disertai penghayatan atas maqalah yang sering dinisbatkan kepada Ayah kita semua, Nabi Ibrahim AS:
على العاقل أن يكون عارفا بزمانه مستقبلا في شؤونه عارفا بربه
“Mereka yang berakal harus sadar akan eranya, menghadapi segala urusannya, dan ma’rifat akan Tuhannya."
*Artikel di atas disadur oleh Santrijagad dari pesan-pesan KH. Maimoen Zubair yang ditranskrip dan diterjemahkan oleh putra beliau, KH. Abdul Ghafur Maimoen. Bulan Desember lalu, ANSOR menyelenggarakan Maulid Nabi Muhammad SAW. yang dihadiri oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo. Pada Maulid ini diagendakan pertemuan Presiden dengan Kyai-kyai sepuh. KH. Maimoen Zubair salah satu yang diundang. Beliau tidak dapat menghadirinya, akan tetapi beliau menitipkan pesan-pesannya. Sambil sarean di kamar, beliau menyampaikan pesan-pesannya dalam bahasa Arab sebagaimana yang sudah ditranskrip dan diterjemah di atas. Sumber: wall facebook KH Abdul Ghofur Maimoen.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment