Ada seorang pria yang begitu tergila-gila dengan istrinya, sangkin cantiknya, sangkin mempesonanya. Hingga suatu malam di atas pembaringan, pria bernama Isa bin Musa ini keceplosan saat merayu;
"Dik. Tentu saja engkau tertalak kalau saja engkau tak lebih indah dari purnama.."
Sang istri kaget. Kalimat talak menurutnya bukan kalimat sembarangan. Lagipula ia merasa biasa saja, parasnya tak seindah rembulan, apalagi melebihinya. Ia pun bangun dan pindah kamar sambil berujar,
"Mas, sampean sudah menalakku!"
Mak jleger! Kaget bukan kepalang Isa bin Musa. Ia seakan pemuda yang baru sadar dari mabuknya. Ia galau semalaman dan keesokan harinya, perkara ini sampai di kantor Khalifah Al-Manshur.
"Wahai Amirul Mukminin," kata Isa bin Musa, "Kalau memang betul-betul terjadi talak ini, duh betapa malangnya hamba. Lebih baik mati daripada harus berpisah dengannya walau semalam saja."
Tentu saja Sang Khalifah kasihan. Ia pun mengundang beberapa fuqaha dari berbagai mazhab untuk menentukan keputusan hukum, apakah talak telah terjadi atau tidak dengan perkataan pria itu. Mayoritas fuqaha sepakat bahwa telah jatuh talak. Kecuali satu orang faqih dari mazhab Hanafi.
Ia diam tak bersuara hingga Sang Khalifah menegurnya, "Kiai, gimana menurut sampean?"
"Hmm," faqih itu mulai bersuara, "Bismillaahirrahmaanirrahiim. Wattiini waz zaytuun. Wa thuuri siiniin. Wa haadzal baladil amiiin. Laqod kholaqnal insaana fii ahsani taqwiim. Dari ayat ini kita paham bahwa tidak ada makhluk yang lebih indah dari manusia."
Khalifah tersenyum dan menoleh kepada Isa bin Musa yang masih nampak kebingungan. "Berbahagialah," kata Khalifah, "Keputusannya seperti yang dikatakan kiai tadi. Sekarang pulanglah kepada istrimu. Dia sama sekali belum tertalak." [Zq]
*Sumber: Alfu Qishashin wa Qisshah min Qishashis Shalihin was Shalihat wa Nawadiriz Zahidin waz Zahidat, hal. 12, Hani Al-Hajj.
No comments:
Post a Comment