Oleh: Abdullah Mubaqi
Al-Sufi pun tercatat sudah berhasil melakukan observasi dan
menjelaskan bintang-bintang, posisinya, jarak dan warna bintang-bintang itu. Ia
juga mampu membuat peta bintang. Kitabnya yang paling fenomenal, yakni kitab Suwar al-Kawakib.
Dunia Islam di zaman kekhalifahan sempat menjelma sebagai
pusat studi astronomi dan astrologi. Studi astronomi dan astrologi mulai
berkembang pada era kepemimpinan Khalifah al-Mansyur sebagai penguasa ketiga
Kekhalifahan Abbasiyah di abad ke-8 M. Studi astronomi dan astrologi di dunia
Islam kian menggeliat sejak ditemukannya astrolabe
oleh al-Fazari.
Kedua ilmu yang telah menguak rahasia langit itu mencapai
puncak kejayaannya dalam peradaban Islam tahun dari tahun 1025 M hingga 1450 M.
Pada masa itu, di berbagai wilayah kekuasaan Islam telah lahir sederet astronom
dan astrolog Muslim serta sejumlah observatorium yang besar dan megah.
Sederet astronom dan astrolog terkemuka, seperti Nasirudin
al-Tusi, Ulugh Beg, al-Batanni, Ibnu al-Haitam, Ibnu al-Syatir, Abdur Rahman
al-Sufi, al-Biruni, Ibnu Yunus, al-Farghani, al-Zarqali, Jabir Ibnu Aflah, Abu
Ma’shar dan lainnya, telah memberi sumbangan penting bagi pengembangan
astronomi dan astrologi.
Bukti kejayaan yang diraih peradaban Islam dalam astronomi
dan astrologi dapat dibuktikan melalui penamaan bintang dan sederet kawah bulan
dengan nama-nama yang berasal dari bahasa Arab. Muslim Heritage Foundation mencatat nama ratusan bintang yang
berasal dari peradaban Islam. Para astronom Muslim pada awalnya mengenal
nama-nama bintang dari Almagest, karya
Ptolemeus, astronom yang hidup pada abad ke-2 M. [bq]
Sumber: M. Soffa Ihsan. Mata Air. Edisi 24 2009. Jejak
Kejayaan Islam di Luar Angkasa. Halaman 18
No comments:
Post a Comment