Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Agar kita bersikap adil, di bawah ini penulis akan mencoba
menjelaskan pendirian penulis terhadap terorisme yang dilakukan oelh
orang-orang Islam, seperti dalam contoh di atas. Dalam Islam, sebagai agama
yang menganjurkan perdamaian dan persaudaraan antarumat manusia, tidak ada
peluang sama sekali dari sisi doktrin bagi umatnya untuk melakukan terorisme.
Namun bila itu terjadi, maka umat secara keseluruhan wajib mengutuknya dan
bersama dengan kekuatan lain harus membasmi segala bentuk terorisme itu, baik
yang dilakukan perorangan, kelompok ataupun oleh negara. Orang Islam dengan
dalih apa pun tidak boleh memicingkan mata bila segelintir umatnya melakukan
perbuatan teror yang membawa bencana itu. Jika perbuatan keji itu dihubungkan
dengan perintah agama yang dianutnya, maka tafsiran yang serupa itu jelas sudah
terlalu jauh menyimpang dari doktrin Islam yang otentik. Harus dicari
sebab-sebab di luar ajaran agama mengapa perbuatan terkutuk itu dilakukan.
Sebagai gejala sejarah kontemporer, terorisme yang dilakukan
oleh segelincir orang Islam itu sesungguhnya merupakan perbuatan nekad dan
putus asa. Mengapa? Kenekadan itu terutama dipicu oleh perbuatan brutal pasukan
Israel terhadap rakyat Palestina melalui terorisme negara yang didukung Amerika
Serikat, sementara negara-negara Arab yang dinilai tidak sungguh-sungguh
berdiri di belakang perjuangan gerakan kemerdekaan Palestina. Begitu juga
perbuatan bom bunuh diri yang mengerikan itu didorong oleh suasana batin rakyat
Palestina yang hampir putus asa dalam memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya.
Perbuatan orang yang putus asa tidak dapat dilihat dengan kacamata orang
normal. Sudah lebih setengah abad, rakyat Palestina dihina dan diperkosa
hak-haknya oleh kekuatan-kekuatan persenjataan modern Israel dengan dukungan
beberapa negara Barat, khususnya Amerika Serikat.
Penulis sungguh tidak menyetujui perlawanan dengan
menggunakan bom-bom bunuh diri itu, sekalipun penulis dapat memahami mengapa
semuanya itu terjadi. Selama lebih setengah abad itu, antara Palestina dan
Israel sebenarnya berada dalam suasana perang yang tidak seimbang. Kecuali
semangat juang yang pantang menyerah, senjata Rakyat Palestina dibandingkan
dengan persenjataan Israel adalah ibarat pistol air melawan bazoka, bahkan bom
nuklir. Kenyataan pahit inilah yang tidak mau dipahami dunia, kecuali oleh
beberapa aktivis perdamaian, termasuk tokoh tua Israel, Ury Avery, pembela
perdamaian abadi antara Israel dan Palestina. Avery yakin bahwa suaranya untuk
perdamaian antara kedua bangsa akan terwujud, mungkin tidak terlalu lama lagi,
karena Israel tidak mungkin lagi menyangkal eksistensi sebuah bangsa Palestina,
seperti Golda Mesir 30 tahun yang lalu pernah berucap: “…there is no such thing as a Palestinian people.” Kini, kata Avery,
“there is hardly an Israeli who denies
the existence of the Palestinian People.” [Lihat Ury Avery, “Two People:
One Future” dalam Just Commentary,
Vol 2, No. 10, Oct. 2002: 6-7]. Gagasan Avery sebagai dua bangsa dengan ibukota
Yerusalem yang dibagi dua mungkin pada saatnya akan menjadi kenyataan.
Selain masalah Palestina yang menyebabkan sekelompok Muslim
menjadi nekad adalah karena ketertinggalan dunia Islam yang teramat jauh dalam
ilmu dan teknologi. Menghadapi kenyataan ini orang Islam harus mengakui faktor
kerapuhan yang berasal dari dunia Islam sendiri sebagai penyebab utama mengapa
mereka sering menjadi bulan-bulanan pihak lain. Jalan keluarnya adalah: pertama, akui kerapuhan ini secara
jujur; kedua, kuasai sumber kekuatan
lawan dengan siap belajar kepada mereka; ketiga,
kekayaan petrodolar yang dimiliki oleh sebagian negeri Muslim harus digunakan
secara strategis untuk mencerdaskan dan mencerahkan generasi muda Muslim agar
mereka tampil sebagai generasi yang tangguh dan arif dalam menyikapi persoalan-persoalan
global yang semakin menyesakkan nafas. Menghadapi masalah global dengan
terorisme sama artinya dengan menggali kuburan peradaban Islam masa depan.
Perbuatan itu adalah perbuatan busuk dan sangat pengecut. Keempat, masanya sudah sangat tinggi bagi dunia Islam untuk
menyusun sebuah strategi global yang efektif, bukan untuk mengancam pihak lain,
tetapi untuk menawarkan sebuah peradaban alternatif yang lebih manusiawi,
ramah, dan adil kepada peradaban sekuler yang menguasai Barat yang ternyata tidak
manusiawi, tidak ramah, dan tidak adil. Ide tentang rahmatan li-al-lamin, rahmat bagi alam semesta (QS al-Anbiya: 107)
harus dijadikan pedoman utama dan pertama dalam menyusun strategi di atas.
Untuk bergerak ke arah tujuan mulia ini, jalan satu-satunya
adalah mempercepat bergulirnya proses pencerdasan dan pencerahan dari dalam
umat sendiri. Situasi sekarang, menurut pantauan penulis, bahwa sebagian besar
umat ini telah lama membuang al-Quran ke dalam limbo sejarah persis seperti
keluhan Nabi beberapa abad yang lalu: “Rasul berkata, ya Tuhanku, sesungguhnya
umatku telah menelantarkan al-Quran ini” (QS al-Furqan: 30). Lantaran Kitab
Suci yang terlantar lama inilah mengapa umat Islam masih saja berada di
persimpangan jalan buntu peradaban dan dihina pihak lain karena memang posisi
kita pantas untuk dihina. Namun Allah sangat paham dengan situasi inferior ini.
Oleh sebab itu, masih banyak ayat lain yang memberikan optimisme kepada umat
Islam, diantaranya: “Wahai orang-orang
yang beriman, jika kamu membela Allah, Dia pasti akan membelamu, dan bahkan
akan meneguhkan langkah-langkahmu” (QS Muhammad: 7). Membela agama Allah
yang mengandung kebenaran mutlak dengan iman yang teguh dan jihad yang
sungguh-sungguh, harus senantiasa dikendalikan oleh akal sehat yang prima.
Semua langkah ini jelas memerlukan ilmu pengetahuan dalam makna yang
seluas-luasnya. Tanpa ilmu yang cukup, kita harus malu berbicara tentang
pembelaan terhadap Islam.
Akhirnya, terorisme negara yang dilakukan pihak lain tidak
bisa dilawan dengan terorisme individu ataupun kelompok. Jika keadaan semacam
ini tetap saja berlangsung, risikonya hanya satu: hancur-hancuran! Umat Islam
harus mampu menunjukkan sebuah kearifan global (a global wisdom) pada saat pihak lain masih bermata dan berhati
gelap! [bq]
Sumber: Maarif, Syafii Ahmad dkk. 2005. Islam Dan Terorisme
Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika: 90-95. Yogyakarta: UCY Press
No comments:
Post a Comment