Perkara hukum wajib, sunnah, haram dan mubah merupakan perkara yang perlu diketahui oleh setiap muslim. Apabila seorang muslim belum mengetahui hukum tentang suatu perkara dan perkara yang ia lakukan adalah wajib, maka ia harus meneruskannya meski pada awalnya ia tidak tahu hukum yang sebenarnya. Apabila seseorang melaksanakan sesuatu dan ternyata hukumnya sunnah, maka sayang jika ditinggalkan. Hendaknya ia tetap mengerjakannya.
Ada pun jika perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah haram namun tidak ia sadari, maka ketika ia sudah mengetahui hukumnya, ia harus berhenti dan meninggalkannya.
Melakukan suatu perkara tidak dapat dilakukan dengan bermodal keyakinan dan kemantapan hati. Misalnya, kita merasa yakin bahwa pekerjaan yang kita lakukan selama ini termasuk kategori perbuatan baik tetapi kita buta soal hukumnya, maka kita harus bertanya kepada ahlinya. Kiti harus selalu terikat pada aturan main yang sudah dibuat oleh Allah dan RasulNya Oleh karena itu, kita harus mematuhi hal ini agar tidak tersesat dan berbelok arah.
Bertanya dan belajar kepada ahli hukum dan agama merupakan sebuah keniscayaan agar kita tidak terjerembab kepada kesalahan fatal. Jika kita salah makan, salah mengkonsumsi air, atau salah melakukan gerakan-gerakan tubuh kita hanya akan merasakan rasa sakit secara jasmani. Salah makan atau minum bisa berujung pada sakit perut. Salah gerakan badan mungkin dapat berujung pada patahnya tulang. Ketika kita wafat semua macam penyakit yang kita derita ikut terkubur dan lenyap seketika.
Berbeda halnya dengan kesalaha melakukan ibadah, seseorang melakukan sesuatu yang ia pandang baik, nyatana buruk. Boleh jadi melaksanakan satu pekerjaan yang mulanya tampak sebagai kebajikan, nyatanya tidak demikian halnya. Apakah dengan kematian seseorang kesalahan yang ia lakukan ikut terkubur? Tidak! Ia justru akan dimintai pertanggung-jawaban atas semua amal yang sudah ia kerjakan. Hal ini terjadi sebagai buntut melakukan sesuatu tanpa dasar dalil yang benar.
Menurut Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad, orang-orang yang beriman itu terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah orang-orang awam, sedangkan Golongan kedua adalah orang-orang khusus. Golongan pertama terkadang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram. Golongan pertama adalah golongan yang gemar melakukan hal-hal mubah ketimbang melakukan hal-hal yang sunnah. Sebaik- baik golongan pertama ini adalah yang bergegas menuju ampunan Allah SWT. Mereka segera bertaubat kepada Allah, menyesali diri karena meninggalkan perkara wajib dan melakukan perbuatan tidak baik.
Langkah yang diambil oleh penghuni golongan pertama adalah perbuatan yang digambarkan sebagai ‘sebaik-baik’ pendosa.
Nabi
Muhammad SAW bersabda
:
“Semua
keturunan Adam sering melakukan kesalahan secara berulang- ulang. Sebaik-baik
orang yang melakukan kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR. Turmuzi).
Golongan kedua adalah golongan khusus dimana mereka melakukan hal yang wajib dan meninggalkan yang haram dalam segala situasi. Orang-orang khusus ini aktif mengerjakan perbuatan sunnah dan sedikit mungkin melakukan hal yang mubah. Perkara mubah dilakukan hanya jika menjadi perantara dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang sunnah atau wajib. Sebagai contoh adalah berolah raga. Seseorang melakukan olahraga sebagai wujud kehati-hatian agar tidak mudah jatuh sakit. Dengan tidak sakit ia akan lebih giat dan aktif dalam berdakwah dan mengajarkan ilmu.
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai potensi besar untuk melakukan kebaikan. Kesempurnaan fisik hendaknya menjadi pengantar menuju kebaikan yang sudah disediakan oleh Allah. Misalnya mata yang kita miliki. Kita dapat memanfaatkan mata kita untuk membaca al-Qur’an. Sayangnya potensi besar ini sering disalah gunakan. Justeru kita sering menggunakan mata kita untuk menonton tayangan-tayangan porno dan tidak mendidik.
Telinga yang menghiasai tubuh kita dapat kita gunakan untuk mendengar panggilan-panggilan shalat seperti azan. Sayangnya, kadang kita memanfaatkan telinga untuk mendengarkan lantunan musik tanpa jemu dan lalai dalam mendengarkan suara azan. Kita rajin memutar musik berulang kali, sementara suara azan yang mengudara lima kali dalam sehari acap kita abaikan begitu saja.
Menjadi orang beriman merupakan sebuah kenikmatan. Memang tidak mudah meraih iman. Iman adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan. Di luar, banyak orang yang cerdas otaknya, pandai membuat lompatan-lompatan teknologi yang mendatangkan decak kagum manusia. Namun ternyata mereka jauh dari taufik dan hidayah.
Nikmat iman harus menjadi penyemangat untuk menjadi orang pilihan yang hebat di sisi Allah dengan masuk ke dalam golongan kedua. Semua orang punya potensi besar menjadi kekasih Allah dan waliyullah asal mereka memiliki kemauan untuk berubah. Dosa besar tidak boleh menjadi halangan untuk menjadi manusia pilihan kekasih Allah. Syaratnya mereka mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah dengan sepenuh hati. Menyesali perbuatan dosa, tidak bangga dan menceritakan perbuatan dosanya kepada pihak lain adalah perilaku yang bijaksana. Orang yang bertaubat akan senantiasa menyesali perbuatannya yang tidak bagus. Orang yang bertaubat akan menghentikan secara total aktifitas buruknya dan berkomitmen untuk tidak mengulangnya lagi. Ia berjanji untuk menjaga kondisi taubatnya. Ia juga akan mengembalikan hak orang lain jika berkaitan dengan dosa kepada sesama.
Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah. Mereka layaknya bayi yang suci, bersih tidak berdosa sama sekali. Dalam sebuah hadits, Rasululah SAW bersabda :
“Seandainya kalian melakukan
perbutan dosa sampai memenuhi petala-petala langit, lalu kalian menyesali
perbuatan dosa tersebut, niscaya Allah akan menerima taubat kalian.” (HR. Ibnu
Majah)
Allah Maha Mengampuni dosa-dosa kita. Tidak ada dendam dan murka Allah selama kita menyesalai perbuatan dosa itu. Mari kita berhitung, berapa dalam sehari kita melakukan perbuuatan maksiat, baik secara terangan-terangan atau sembunyi-sembunyi, baik kita sadari atau tidak kita sadari?
Bayangkan jika kita melaku kesalahan kepada sesama. Sekali atau dua kali kesalahan yang kita lakukan kepada sesama, mungkin masih bisa dimaafkan dan dimaklumi. Kesalahan pertama mungkin masih dimaafkan. Kesala kedua kita masih diberi toleransi. Namun untuk kesalahan yang ketiga kali dan seterusnya, akankah kita masih mendapat ampunan dan maaf dari sesama?
Tidak demikian halnya dengan Allah SWT. Allah mengampuni dosa-dosa kita meski dosa-dosa itu memenuhi langit-langit-Nya. Dosa yang besar akan terampuni jika kita sesali lewat jalan taubat. Adakah yang mau bertaubat saat ini juga? Tragisnya, ada di antara manusia yang meremehkan perbuatan dosanya. Padahal tidak ada dosa besar jika dilakukan di hadapan Dzat yang Mahabesar, Allah SWT. [Akhmad Syofwandi]
*Sumber : http://daarussalafie.org
No comments:
Post a Comment