Fatimah Az-Zahra Puteri Kinasih Rasulullah ~ Peran Sebagai Isteri ( 8 ) - Santrijagad

Fatimah Az-Zahra Puteri Kinasih Rasulullah ~ Peran Sebagai Isteri ( 8 )

Bagikan Artikel Ini
Oleh : H.M.H Alhamid Alhusaini 



Kurang lebih setelah pernikahannya, Siti Fatimah tinggal bersama suaminya dalam rumah sangat sederhana. Ia telah menerima pendidikan dari ayahanda-nya sendiri mengenai arti kehidupan ini. Ia juga telah diajarkan bahwa kebahagian  rumah tangga yang di tegakkan dengan dasar akhlak yang tinggi dan nilai-nilai Islam, jauh lebih agung dan mulia dibandingkan dengan harta kekayaan, gedung indah, perhiasaan, perkakas-perkakas mewah dan lain sebagainya.

Siti Fatimah hidup di samping suaminya dengan perasaan bangga dan penuh ketentraman. Ia selalu riang. Tidak ada perselisihan yang tak dapat diselesaikan dengan baik. Ia menyadari dirinya sebagai isteri seorang peuang Islam yang senantiasa sanggup berkorban. Seorang yang selama ini selalu mengibarkan panji-panji perjuangan. Siti Fatimah sadar bahwa dirinya harus dapat menjadi isteri yang sepadan dengan kedudukan suaminya sebagai pejuang Islam. 

Terhadap suaminya ia bersikap seperti Ibuya ( Siti Khadijah r.a.) kepada Rasulullah saw. selalu menyertai beliau dalam perjuangan menegakkan kebenaran Allah swt. Ia menginsyafi, bahwa dirinya harus sanggup memperteguh kesabaran mengahadapi kekerasan hidup dan berbagai macam kesulitan, seperti yang dilakukan oleh suaminya dalam menghadapi rintangan kaum musyrikin yang selalu berusaha menghancurkan Islam. Kenyataan menunjukan bahwa siti Fatimah memang benar-benar sanggup menjadi istri yang demikian itu. Ia dapat menyesuaikan hidupnya dengan tugas besar dan penting yang dipikulkan Allah swt. keatasa pundaknya.

Sementara itu setelah pernikahannya dengan Imam Ali, Rasulullah saw. tidak membiarkan puterinya itu tanpa asuhan dan bimbingan lebih lanjut. Beliau tetap membina, mengasuh dan menjaga puterinya yang hidup bersama suami tercinta. Kehidupan rumah tangga puterinya itu tidak di biarkan langsung tanpa bimbingan dan arahan. Dengan demikian kedua suami istri itu tetap berada di bawah pengayoman Beliau.  Tidak ada orang yang mendapat perhatian begitu besar dari beliau seperti yang diperoleh Siti Fatimah setelah pernikahannya. Begitu besar perhatian Rasulullah saw sehingga beliau sendiri merasakan adanya ikatan batin yang terjalin sangat erat dengan kehidupan rumah tangga puterinya itu. Tiap beliau hendak bepergian jauh atau berangkat ke medan perang, orang terakhir yang mengucapkan selamat jalan adalah Siti Fatimah. Demikian pula saat beliau pulang, puterinya adalah orang pertama yang menyambut dan menemui beliau. Hal ini diriwayatkan oleh Tsuban yang mengatakan, bahwa “ Orang terakhir yang ditemui Rasulullah sebelum bepergian jauh ialah Siti Fatimah. Pada saat beliau pulang, orang yang pertama yang dijumpainya adalah Fatimah”.

Riwayat yang lain yang berasal dari Abu Tsa’labah, mengatakan bahwa “ Tiap Rasulullah saw baru datang dari peperangan atau bepergian jauh, beliau lebih dulu masuk ke dalam masjid. Setelah bersembahyang dua rakaat, beliau lalu menemui Siti Fatimah. Setelah itu barulah beliau mendatangi isteri-isterinya.”

Rahasia apakah yang terkandung di dalam hubunga seperti itu ? Ikatan apakah yang ada antara Rasulullah saw puteri kesayangan itu ? Hubungan atau ikatan itu ialah hubungan kejiwaan dan ikatan prinsip yang memeprsatukan tujuan hidup yang sama.

Siti Fatimah, dalam kehidupan rumah tangganya bersikap sebagai nyonya yang baik. Ia memperhatikan urusan rumah tangga sampai yang sekecil-kecilnya. Ia mengurus semua kebutuhan dengan jerih payahnya sendiri. Ia tidak mempunyai pembantu ataupun hamba sahaya. Ia tidak mengupah orang lain. Seluruh hidupnya penuh dengan kerja keras dan perjuangan. Ia menepung gandum dan memutar gilingan dengan tangannya sendiri. Ia membuat roti, menyapu lantai dan mengatur semua pekerjaan rumah tangganya dengan tenaganya sendiri. Rasulullah saw dan Sayyidina Ali sering menyaksikan keadaan yang sangat melelahkan itu. Adakalanya Rasulullah dan Imam Ali membantu meringankan beban berat yang terpikul diatas pundak Siti Fatimah. Banyak buku-buku riwayat yang melukiskan kehidupan berat Siti Fatimah sekeluarga.

Salah satu riwayat tentang hal itu mengemukakan: “ Pada suatu hari Rasulullah saw datang kerumah Siti Fatimah. Saat itu puterinya sedang menggiling tepung sambil menangis, sedangkan pakaian yang dikenakannya amat buruk dan kasar. Melihat itu Rasulullah ikut menangis dan kemudian berkata : “ Hai Fatimah, terimalah kepahitan dunia sekarang ini untuk memperoleh kenikmatan di akherat kelak”.

Riwayat lain lagi mengatakan : Pada suatu hari Rasulullah saw datang kerumah puteri kesayangannya, Siti Fatimah, yang pada saat itu bersama suaminya sedang menggiling gandum. Beliau bertanya: “ Siapakah di antara kalian yang mau kugantikan?” Imam Ali r.a menyahut : “Fatimah”. Siti Fatimah lalu berdiri dan Rasulullah saw mulai menggiling tepung menggantikan puterinya.

Masih banyak tulisan dan catatan sejarah yang menggambarkan betapa beratnya kehidupan Siti Fatimah sehari-hari, yang dengan tenaga dan jerih payah sendiri menangani pekerjaan rumah tangga dan memelihara putera-puterinya. Semuanya menunjukan betapa besar kesanggupan dan kesabarannya dalam menanggung derita hidup.

Ada suatu riwayat yang menceritakan apa yang pernah disaksikan oleh Bilal bin Rabbah sebagai berikut : Pada suatu hari Rasulullah saw bersama para sahabatnya berada dalam masjid menunggu kedatangan Bilal yang seperti biasanya setiap hari mengumandangkan Adzan. Setelah Bilal tiba, Rasulullah saw menegurnya: “ Hai Bilal, apa sebab engkau terlambat ?” Bilal menjelaskan:” aku baru saja dari rumah Fatimah. Ia sedang menggiling tepung dan al-Hasan diletakkanya dalam keadaan menangis. Aku katakan padanya manakah yang kau sukai, apakah menolong anakmu atau aku yang menggiling tepung?” Ia menjawab: “ Aku kasihan pada Anakku!” Gilingan itu segera kuambil dan akupun mulai bekerja. Ya Rasulullah, itulah yan membuat aku datang terlambat….“

Mendengar penjelasan Bilal seperti itu, Rasulullah menyahut: “ Engkau mengasihi dia dan Allah mengasihi dirimu..” [ akhmad syofwandi]

No comments:

Post a Comment