Cerita Al-Qur'an tentang Cinta Manusia kepada Allah - Santrijagad

Cerita Al-Qur'an tentang Cinta Manusia kepada Allah

Bagikan Artikel Ini
Oleh: Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy


Yang dimaksud adalah cinta yang tumbuh kepada Allah swt. bersamaan dengan ketaatan. Dzikrullah, dan merasa diawasi oleh Allah. Diantara ayat yang menceritakan adanya cinta baru manusia kepada Allah adalah firman-Nya:

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jimencintainya ka seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” ( Q.S Al-Baqarah [2]: 165 )

Kemudian, Firman Allah : 

 Katakanlah ( Muhammad), ‘ Jika kamu mencintai Allah, ikutlah Aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.‘ Allah Maha Pengampun, Maha penyayang.” ( Q.S Ali-Imran [3]: 31).

Juga Firman Allah Swt.:

“Hai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum,  yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”  (QS al-Maidah [5]: 54).

Namun, apa yang dimaksud dengan cinta manusia kepada Allah ? lalu bagaimana manusia bisa mencintai Rabb-Nya? Sebagian manusia berpedapat bahwa cinta dalam arti sebenarnya hanya terjadi antara dua manusia yang berlainan jenis. Manusia hanya bisa mencintai jenis manusia atau mencintai sesuatu yang bisa dilihat oleh indra dan dinikmati oleh manusia, seperti kagum terhadap sesuatu yang ia lihat, suara yang ia dengar, atau bau-bauany yang tercium di hidungnya karena hubungan antara orang yang mencintai dan dicintai di bangun dengan pandangan mata, pendengaran ataupun penciuman. Perlu diketahui juga bahwa Allah swt. tidak dapat dirasakan oleh salah satu indera manusia. Oleh karena itu, cinta manusia kepada Allah dalam pemahaman seperti diatas jelas salah kaprah.

Analogi seperti inilah yang dipergunakan oleh sebagian orang dalam memahami cinta kepada Allah swt sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah saw., yaitu dengan arti mengikuti semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Saya katakan bahwa mengeluarkan kata cinta dari makna yang sebenarnya, menafsirkannya dengan arti taat, dan mengikuti sunnah Rasul membuat orang-orang munafik berada di garis terdepan diantara orang-orang yang mencintai Allah swt dan Rasul-Nya. Seolah-olah mereka taat kepada Allah dengan mengikuti perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Bahkan, mungkin mereka berlebihan dalam hal ini sebab mereka menjadi ketaatan itu sebagai kedok untuk menutupi kekufuran mereka.

Banyak orang yang taat kepada Allah dan menjauhi Larangan-Nya lantaran mereka takut akan siksa-Nya. Kalau saja mereka mengetahui bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka pada hari Kiamat nanti, tentu mereka tidak akan memaksakan diri untuk mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya. Jadi, ketaatan semacam ini bukan cerminan rasa cinta sesungguhnya kepada Allah swt.

Dengan demikian, mengartikan cinta manusia kepada Rabb dengan arti ketaatan tak lebi hanyalah sebuah alas an yang di cari-cari atau mengharuskan sesuatu yang sesungguhnya tidak harus sebab cinta manusia kepada Rabb mengharuskan adanya ketaatan terhadap-Nya. Bukan sebaliknya, orang yang taat kepada Rabb tidak berarti Ia mencintai-Nya adalah hubungan Lafadz yang umum dengan yang khusus. 

Kami menyatakan pendapat yang mengatakan bahwa jendela cinta hanya indera yang lima itu tidak benar. Sebab mata hati yang ada dalam jiwa seseorang lebih kuat penglihatannya daripada mata lahir. Hati lebih detail pengetahuannya dibandingkan dengan pengetahuan mata, telinga dan Hidung. Dengan demikian, keindahan nilai yang diketahui oleh akal lebih banyak berpengaruh kepada manusia dibandingkan keindahan fisik yang tampak di mata dan keindahan suara yang di dengar telinga. Artinya, keindahan cinta seseorang hamba kepada Tuhannya sebenarnya melebihi keindahan yang sekadar dirasakan oleh Indra.

Banyak orang yang ingin bertemu dengan orang besar dan terkenal. Mereka mendengar tentang idola mereka itu tanpa pernah melihat, apalagi bertemu. Namun, mata hati mereka mengenal sifat-sifat yang mereka miliki yang dapat melahirkan rasa cinta dan penghormatan pada saat penglihatan mereka tidak mampu memberikan perasaan seperti itu. Saya tahu, banyak orang yang mencinta al-jahidz lantaran ilmunya yang luas, jiwanya yang mulia dan kepribadian yang kuat. Padahal, kalau mereka melihatnya, niscaya penglihatan mereka tidak akan memberikan rasa cinta lantaran bentuk fisiknya tidak menarik.

Dengan demikian, keindahan itu memiliki standar makna yang hanya diketahui oleh akal, sebagaimana ia juga memiliki standar indrawi yang bisa diketahui oleh Indra. Dari pemahaman yang komprehensif ini, amat tepat kalau Allah kemudian di beri nama Al-Jamil ( Yang Maha Indah ). Benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw., “ Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan.” Keindahan itu di cintai dalam segala aspeknya, baik Indrawi maupun Maknawi.

Keindahan Allah itu Mencakup seluruh bentuk keindahan, Keindahan Bunga sejatinya adalah keindahan Allah swt. sebab Dia yang menciptakannya. Jika seseorang melihat keindahan dengan penglihatan mata dan hati, niscaya penglihatannya sampai ke dzat yang menciptakan keindahan itu. Matanya melihat keindahan bentuk dan gambar, sedangkan akal larut dalam tafakur menemukan dzat yang Maha Indah, Sang Pencipta segala keindahan. 

Jadi, Indra manusia juga mempunyai peran dalam mengetahui keindahan Allah swt. Orang yang mencintai Allah tentu akan mencintai-Nya dengan penglihatan mata dan hati. Mata melihat keindahan-Nya yang terbentang di alam semesta dan mata hati akan melihat keagungan dan kesempurnaan sifat-Nya. Tentu kita tahu bahwa keindahan bukanlah satu-satunya sebab yang menumbuhkan rasa cinta. Kebaikan juga salah satu pemicu tumbuhnya cinta. Benar kata orang bahwa jiwa diciptakan untuk mencintai orang yang berbuat baik pada-Nya. Keagungan sifat juga menjadi sebab tumbuhnya rasa cinta. Bukankah di alam ini hanya ada satu Dzat Yang Mahabaik, yang semua nikmat berasal dari-Nya? Bukankah di alam ini hanya ada satu dzat Yang Mahaagung, yang dari keagungan-Nya lahir sega;a bentuk keagungan ? adakah orang berakal di dunia ini yang menyangkal bahwa Dia adalah Allah?

Dari sini, kita sampai pada satu hakekat yang pasti bahwa yang berhak mendapatkan cinta dengan makna yang sebenarnya hanyalah Allah swt. sebab hanya Dia satu-satunya alasan orang dalam menyatakan cinta. Dia Mahaindah yang keindahan-Nya tampak pada berbagai bentuk keindahan yang kita lihat. Dia yang Mahabaik yang kebaikan-Nya terdapat pada segala sesuatu. Semua berasal dari ciptaan dan aturan-Nya. Dia Mahaagung dan keagungan-nya membuat yang lain menjadi lemah. [Akhmad Syofwandi] 

No comments:

Post a Comment