Haji adalah ibadah suci yang diwajibkan atas setiap muslim yang mampu. Bukan sekedar kewajiban, haji menempati posisi penting dalam perkembangan spiritualitas kehambaan seseorang.
Sehingga orang yang menunaikan ibadah haji diharapkan menjadi pribadi yang lebih baik.
Syaikh Abu al-Abbas al-Mursi, murid Syaikh as-Syadzili, pernah bertanya kepada seseorang yang baru pulang dari haji.
“Bagaimana hajimu?”
“Banyak kemudahan, banyak air. Harga barang ini lumayan, nah kalau yang itu harganya…” jawab orang itu sambil berkisah kemana-mana.
Setelah puas berkisah, orang itu pergi. Syaikh Al-Mursi mengatakan kepada murid-muridnya,
“Kalian bertanya kepada mereka tentang haji mereka. Mereka tidak mendapatkan ilmu, cahaya, dan penyingkapan. Mereka menjawab dengan menyebutkan murahnya harga-harga barang dan banyaknya air. Seakan-akan hanya itu yang ditanyakan kepada mereka.”
Itu dahulu. Lalu bagaimana dengan kondisi kita sekarang yang terpesona dengan keanggunan ‘wisata ziarah’ di tanah suci?
Sementara bangunan megah makin hari makin banyak bercokol di tanah suci, belum lagi mall dan hotel yang memanjakan nafsu konsumtif pelancong semacam kita.
Masihkah bisa mengais cahaya di sana? Semoga. []