Oleh: Zia Ul Haq
Model pendidikan asrama menjadi rekomendasi Ki Hadjar Dewantara, yang beliau sebut sebagai ‘pawiyatan’ atau ‘paguron’. Di buku ‘Karja – Bagian Pertama: Pendidikan’, Ki Hadjar menyatakan, “Mulai jaman dahulu hingga sekarang rakyat kita mempunyai rumah pengajaran yang juga menjadi rumah pendidikan. Yaitu kalau sekarang ‘pondok pesantren’, kalau jaman kabudan dinamakan ‘pawiyatan’ atau ‘asrama’.”
Beliau juga mengatakan, “Pada jaman sekarang pondok itu hanya terpakai buat pengajaran agama saja, tetapi pada jaman asrama rumah guru itu tidak cuma rumah pengajaran agama saja, tetapi juga jadi rumah pengajaran rupa-rupa ilmu, yaitu; agama, ilmu alam, falakia, ilmu hukum, bahasa, filsafat, seni, keprajuritan, dan lain-lain pengetahuan yang dulu sudah dipelajari kaum terpelajar.”
Belakangan, banyak lembaga pendidikan formal yang mengadopsi model pawiyatan ini dengan mendirikan asrama, menjadi ‘boarding school’. Tentu saja fenomena ini sebab merebaknya kesadaran bahwa ternyata model pendidikan pawiyatan sangat efektif menempa karakter anak.
Lalu apa keunggulan pendidikan model pawiyatan? Berikut ini beberapa faedah pemondokan menurut Ki Hadjar Dewantara;
Ekonomis
Melalui sistem pondok, belanja kebutuhan hidup relatif lebih murah karena ditanggung bersama. Bangunan juga tergunakan dengan efektif, tidak seperti bangunan sekolahan atau pabrik yang jadi 'rumah hantu' di waktu malam. Ki Hadjar berkata, “Menurut faham saya, sistem pondok dan pawiyatan itu besar sekali faedahnya sebagai usaha pengajaran nasional. Faedah yang pertama yaitu karena murahnya belanja,” Beliau juga mengatakan, “Rumah sekolah seperti itu tidak bedanya dengan kantor, toko, stasiun, gerdu atau gedung-gedung lainnya semacam itu yang tidak didiami orang. Di waktu malam menjadi sarang gendruwo.”
Kesederhanaan
Para penghuni pondok –lazimnya- makan minum dan berbusana seadanya, sekadarnya, semampunya. Ki Hadjar berkata, “Hidup dalam pawiyatan atau pondok itu tidak begitu mentereng seperti hidup secara priyayi atau secara orang kaya, tetapi orang-orang yang suka masuk ke dalam dunia pawiyatan itu seharusnya dan nyatanya berani mengorbankan dirinya.”
Sosialisasi
Merasa senasib sepenanggungan bersama teman-teman pondok, berhubungan intensif bersama seluruh penghuni pondok. Ki Hadjar berkata, “Dengan cara pondok, pawiyatan kita dapat mengadakan dunia kesiswaan atau pecantrikan, yaitu dunia pendidikan. Oleh karena guru-guru dan murid-murid itu tiap hari hidup bersama-sama, siang-malam bersama-sama makan, bermain, belajar, bergaul.”
Realistis
Penghuni pondok mengalami kehidupan nyata, mempraktikkan ilmunya secara langsung dalam keseharian. Ki Hadjar berkata, “Dengan sistem demikian maka anak-anak kita tidak akan berpisahan dunia dengan orang-orang tuanya; lahirnya tidak, batinnya pun juga tidak. Anak-anak sehari-harinya terus merasa anak rakyat, terus insyaf akan kemanusiaan, karena senantiasa hidup dalam dunia kemanusiaan.”
Keteladanan
Murid menyaksikan langsung laku hidup guru, sehari semalam, tidak dibuat-buat. Ki Hadjar berkata, “Sifatnya pesantren atau pondok dan asrama yaitu rumahnya kyai guru (ki hadjar), yang dipakai buat pondokan santri-santri (cantrik-cantrik) dan buat rumah pengajaran juga. Di situ karena guru dan murid tiap-tiap hari, siang-malam berkumpul jadi satu, maka pengajaran dengan sendiri selalu berhubungan dengan pendidikan. Sudah teranglah di sini anak akan terdidik dengan sempurna, tidak menurut buku-buku pedagogik, tetapi menurut pedagogik yang hidup, yaitu menurut cara hidup yang baik.”
Spiritual
Pengajaran yang berlaku antara guru dan murid di pondok tidak sekadar pengetahuan dan pemahaman, tapi juga memantapkan batin, emosi, kedewasaan, dan rasa kejiwaan. Ki Hadjar berkata, “Pengajarannya haruslah kita terus berhubungan dengan keadaan sekarang, mengindahkan barang yang nyata dan harus bermaksud mendidik lahir dan batin, mematangkan anak untuk hidup sebagai manusia utama dalam dunia raya.”
Itulah faedah sistem pendidikan model pondok menurut Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional kita. Sayangnya, rekomendasi beliau ini tidak dipraktikkan dalam kebijakan pendidikan nasional. Pelaku pendidikan model pawiyatan justru kalangan pesantren dengan model pemondokannya sejak jaman dahulu kala hingga saat ini.
Foto: KH. Ali Maksum Krapyak berpose bersama para santrinya |
No comments:
Post a Comment