Para Kiai dan Shalat Jama'ahnya - Santrijagad

Para Kiai dan Shalat Jama'ahnya

Bagikan Artikel Ini
Oleh: KH. Akhmad Taqiyuddin Mawardi*

Kiai Abdurrahman Wahid pernah menegaskan bahwa pesantren merupakan suatu sub kultur. Pesantren memiliki budaya dan kekhasannya sendiri. Tiap pesantren memiliki corak yang berbeda, menyesuaikan dengan pemikiran kiai pendiri pesantren. Ada pesantren yang menitikberatkan pada kajian ilmu syariat, ada pula pesantren yang berfokus pada laku tarekat. Namun, semua pesantren yang ada memiliki paling tidak dua kesamaan, yaitu sangat ditekankannya kegiatan sholat lima waktu berjama’ah, dan juga ngaji.

Semua kiai pesantren pasti menekankan agar santrinya melaksanakan sholat jama’ah secara istiqomah. Memang seperti inilah laku daripada Rasulullah. Para ulama’ salaf pun mencontohkan. Hingga para kiai sangat mementingkan dan memberi perhatian lebih terhadap sholat jama’ah para santri.

Bila kita ingin menemui kiai, waktu yang paling mudah adalah ketika seusai sholat berjama'ah. Pastinya kiai ada di masjid pesantren, mengimami para santri ataupun menjadi makmum dari putra kiai tersebut. Terkadang ustad senior juga diberi tugas menjadi imam. Inilah yang menjadi pengamatan penulis di beberapa pesantren. Semua memiliki pola kesamaan, yaitu para kiainya terjun langsung memberi keteladan dalam hal jama’ah. Bukan hanya sekedar pitutur/mau’idloh hasanah saja. Namun tindaklan nyata para kiai inilah yang membuat para santrinya juga tergerak untuk selalu sholat berjama’ah. Memberikan uswah hasanah, keteladanan yang nyata, sebagaimana Rasulullah contohkan pada para sahabatnya.

Di tingkatan tsanawiyah awal tahun 2000, penulis kala mesantren di pesantren As-Sa’idiyah Bahrul Ulum Tambakberas menyaksikan, betapa kiai Nashrullah di tengah kondisinya yang sudah udzur karena sakit, tetap mendampingi para santri dalam berjama’ah. Kiai Nasrul pun juga menyempatkan menjadi imam shalat Asar. Setiap 30 menit sebelum maghrib, kiai Nasrul sudah memerintahkan penulis untuk menggelar sajadahnya di teras ndalemnya. Seakan memerintahkan agar penulis juga segera bersiap untuk menyongsong sholat maghrib. Bukan sholat yang menunggu kita datang, tetapi kita yang menunggu datangnya waktu sholat.

Beranjak pada tingkatan SLTA, penulis saat mesantren di Ploso Kediri menyaksikan, betapa Kiai Zainuddin Djazuli turun langsung berkeliling seluruh  area pesantren, berjalan menyusuri kamar demi kamar, sebelum jama’ah subuh. Sambil didampingi para penderek, membangunkan seluruh santri agar bisa melaksanakan jama’ah subuh. Saat berkumandang adzan maghrib pun, tidak perlu menunggu lama, Yai Din sudah berjalan dari kediamannya guna mengimami jama’ah maghrib.

Penulis pernah suatu ketika ikut sholat jama’ah dzuhur di masjid pesantren Paculgowang. Betapa kagetnya penulis, ternyata jama’ah dzuhur itu langsung diimami oleh kiai Aziz Manshur. Kala itu, kiai Aziz memiliki kesibukan yang luar biasa. Disamping merupakan ketua dewan Syuro tingkat pusat sebuah partai, beliau juga memiliki jam mengajar para santri senior di pesantren Lirboyo Kediri. Kakanda kiai Aziz Manshur, yaitu Kiai Anwar Manshur pun istiqomah mendampingi para santri berjama’ah di pesantren Lirboyo.

Satu ketika, kiai Sholeh Hamid Tambakberas di tahun terakhir sebelum kewafatannya, pernah dawah (terjatuh) di titian teras masjid pesantren Tambakberas kala hendak mengimami jama’ah subuh. Peristiwa ini menunjukkan betapa beliau di kala senjanya, masih berusaha sekuat tenaga mendampingi para santri berjama’ah. Teringat Rasulullah yang mengupayakan diri di tengah payah kala sakit menjelang wafat, dalam keadaan demam tinggi, meminta dipapah menuju masjid nabawi. Mendatangi jama’ah yang ketika itu sahabat Abu Bakar menjadi imamnya.

Keteladanan para kiai di atas, adalah merupakan didikan dari para masyayikh terdahulu yang sangat mementingkan sholat jama’ah. Kita bisa melihat berbagai foto hitam putih kala para kiai terdahulu berjalan menuju tempat sholat. Setidaknya terdapat foto Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, kiai Hamid Hasbullah Tambakberas dan foto Kiai Marzuki Dahlan Lirboyo. Mereka semua, juga kiai-kiai lainnya, selalu menggunakan baju gamis panjang/jubah khusus untuk sholat. Pertanda betapa mereka memiliki perhatian lebih terkait jama’ah.
KH. Hasyim Asy'ari



Bila tulisan ini dilanjutkan, maka keteladanan para kiai dalam urusan jama’ah tidak akan habis untuk dipaparkan. Belum lagi para ibu Nyai pengasuh pesantren yang bahkan junga mengelilingi pesantren putra guna mendorong para santri segera menuju masjid [pesantren, agar bisa mendapati jama’ah tanpa tertinggal dan tidak menjadi makmum masbuk.  Sekat-sekat gender seakan tiada, demi memastikan tempaan di pesantren dalam hal jama’ah berjalan sebagaimana mestinya.

Pesantren putri pun mewajibkan santrinya berjama’ah. Padahal Rasulullah tidak menghukumi wajibnya perempuan berjama’ah. Santriwati diwajibkan berjama’ah adalah sebagai persiapan bagi mereka yang kelak akan menjadi pembina umat di dareahnya masing-masing. Imamul muttaqin haruslah orang yang ibadah wajibnya dilaksanakan, sunnah tidak ditinggalkan dan amal utama diusahakan. Jama'ah bagi kaum wanita adalah keutamaan. Nabi menggariskan bahwa kaum wanita tidak boleh dilarang mengikuti sholat jama'ah di Masjid, selama perjalanan dari rumah menuju masjid aman dan terhindar dari fitnah/godaan kaum lelaki.

Kaum wanita memang tidak diwajibkan berjama'ah. Namun keutamaan sholat bagi mereka didapatkan dengan sholat di awal waktu. Keutamaan ini sama dengan keutamaan kaum lelaki yang mendatang jama’ah. Maka seyogyanya, kaum wanita mementingkan hal ini. Tidak suka mengakhirkan pelaksanaan sholat hingga waktu hampir habis.

Tidak mengherankan bila santri pesantren, sesudah boyong/ purnanya tinggal di pesantren, senantiasa mementingkan sholat jama’ah. Karena senantiasa teringat kiainya yang tak pernah meninggalkan jama’ah. Juga dalil tentang keutamaan sholat berjama’ah yang sudah dihafal dan dihayati.

Sebagai penutup, penulis kutipkan dawuh Kiai Nashrullah yang relevan dengan hal ini. Beliau menyatakan “lek pingin uripmu berkah, ojo ninggal sholat jama’ah lan moco Al-Qur’an”. Bila kita ingin hidup kita berkah, jangan sekali-kali tinggalkan sholat jama’ah dan membaca Al-Quran.

*Pengasuh An-Nashriyyah Tambakberas, Jombang

No comments:

Post a Comment