Si Alim yang Berhenti Mengaji - Santrijagad

Si Alim yang Berhenti Mengaji

Bagikan Artikel Ini
Abu Yusuf jatuh sakit. Begitu parahnya sampai-sampai dia tak bisa apa-apa. Berkali-kali gurunya, Imam Abu Hanifah, menjenguknya. Pada kali terakhir besuk, sang guru menyatakan pujian sekaligus keprihatinan,

"Sebenarnya aku hendak menjadikan ia sebagai penggantiku kelak, untuk mengajar kaum muslimin. Namun bagaimana lagi kalau ternyata musibah menimpa umat ini dengan kematiannya, maka lenyap pula gunungan ilmu yang banyak."

Waktu berlalu dan ternyata Abu Yusuf dikaruniai kesembuhan. Orang-orang pun bergembira melihat Abu Yusuf pulih. Mereka menyampaikan pujian Imam Abu Hanifah semasa Abu Yusuf sakit. Mendengar pujian gurunya, Abu Yusuf tentu merasa bangga. Namun sayang, kebanggaan itu melalaikannya.

Abu Yusuf mulai merasa unggul, dan mulai mencari perhatian masyarakat. Tak perlu susah payah Abu Yusuf menggaet jamaah, selain karena memang alim juga sebab sudah masyhur pengakuan dari gurunya di khalayak. Bahkan ia mulai membuat majlis pengajian fikih sendiri. Sampai-sampai ia jadi jarang menghadiri majlis pengajian gurunya, Imam Abu Hanifah.
Masjid Imam Abu Hanifah di A'zhamiyah, Baghdad, Irak.

Kabar ini sampai ke telinga sang guru. Mendengar berita ini, Imam Abu Hanifah bersikap bijak. Ia tidak frontal mendatangi majlis baru muridnya itu dan menginterogasinya. Untuk menguji seorang alim, maka ujilah ia dengan ilmu. Maka Imam Abu Hanifah menyuruh salah seorang santri untuk hadir di pengajian Abu Yusuf.

"Nanti hadirilah majlis Abu Yusuf," titah Imam Abu Hanifah, "Kemudian tanyakan kepadanya satu persoalan fikih ini: ada seorang lelaki datang ke penjahit untuk mengecilkan baju. Setelah beberapa hari, orang itu kembali ke penjahit untuk menagih bajunya. Tetapi si penjahit malah mengingkari, ia mengaku tidak mendapat pesanan apa-apa.

Lalu si pemilik baju menggeledah rumah penjahit hingga ditemukanlah bajunya dalam keadaan sudah dikecilkan. Artinya, baju itu sudah digarap sekaligus dighosob oleh si penjahit. Nah, pertanyaannya; apakah si penjahit itu berhak mendapat upah atau tidak?"

"Siap, Tuan Guru," sahut si santri.

"Nanti kalau dia menjawab berhak mendapat upah, salahkan dia. Kalau dia menjawab tidak berhak, salahkan juga dia," pesan Imam Abu Hanifah.

Si santri datang ke majlis pengajian Abu Yusuf. Ketika ada kesempatan bertanya, ia pun mengajukan pertanyaan titipan Imam Abu Hanifah. Sebagai pengampu pengajian, Abu Yusuf dengan tegas menjawab,

"Tidak! Penjahit itu tidak berhak mendapat upah."

"Maaf, Anda salah," sela santri itu.

"Maksud saya, dia berhak mendapatkan upah," ralat Abu Yusuf.

"Anda juga salah."

"Lalu apa yang benar?"

"Tanyakan saja kepada gurumu."

Santri itu langsung melengos pergi. Meninggalkan Abu Yusuf dan jamaah pengajiannya dalam kebingungan. Di hari itu juga, Abu Yusuf sowan menghadap Imam Abu Hanifah untuk menanyakan persoalan fikih tersebut. Ia duduk bersimpuh di hadapan guru yang sudah lama tidak ia kunjungi.

"Ada maslah apa Abu Yusuf?" tanya Imam Abu Hanifah.

"Ada satu persoalan yang tidak saya tahu jawabannya, Tuan Guru."

"Apa itu?"

Abu Yusuf mengajukan pertanyaan tentang penjahit dari awal sampai akhir. Seketika Imam Abu Hanifah menukas,

"Bagaimana bisa seorang alim besar yang sudah duduk mengajar orang banyak tidak bisa menjawab persoalan fikih sederhana semacam ini?" katanya dengan nada sindiran.

Abu Yusuf terdiam, ia menunduk malu sambil terus menunggu jawaban gurunya.

"Kalau baju itu digarap sebelum dighosob si penjahit, maka ia berhak atas upahnya. Namun jika baju itu digarap setelah dighosob olehnya, maka ia tidak berhak atas upah apapun," terang Imam Abu Hanifah.

Abu Yusuf mengangguk paham. Belum sempat ia berkata-kata, gurunya berujar,

"Bagi siapapun yang sudah merasa cukup mengaji, maka tangisilah dirinya sendiri."

Nasehat pedas ini membuat Abu Yusuf terhenyak. Sejak kejadian itu, ia membubarkan pengajiannya dan kembali mengaji di majlis Imam Abu Hanifah. Di kemudian hari, sepeninggal Imam Abu Hanifah, ia didaulat menjadi penerus di majlis gurunya itu.

No comments:

Post a Comment