Ketika Habib Kwitang Masuk Golkar - Santrijagad

Ketika Habib Kwitang Masuk Golkar

Bagikan Artikel Ini
Oleh: Ustadz Anto Djibril

Situasi perpolitikan sekarang ini hampir mirip di tahun 1971 yang telah lalu, tapi tetap ada perbedaannya. Tahun 1971 digegerkan tentang masuknya Habib Muhammad bin Ali al-Habsyi ke dalam Golkar. Hal itu diberitakan hampir diseluruh media massa dalam dan luar kota.

Bahkan pengurus Golkar pada waktu itu menyebarkan pamflet atas masuknya Habib Muhammad kedalam Golkar dengan helikopter. Jelas hal ini membuat geger kaum muslimin Jakarta dan sekitarnya, khususnya para habaib dan ulama pada waktu itu. Terlebih lagi dari NU yang saat itu menjadi sebuah partai politik.

Atas masuknya Habib Muhammad ke Golkar beberapa tokoh NU mengambil sikap dan memerintahkan jamaahnya untuk tidak hadir di Majlis Kwitang. Hal itu juga dilakukan oleh para kiai dan habaib pada waktu itu, sebagaimana diberitakan oleh Majalah Tempo di rubrik utama dengan judul "Nahdlatul Golkar dari Kwitang s/d Jombang".

Maka bermunculanlah majelis-majelis di hari minggu selain majelis di Kwitang, dan tercatat pada waktu itu Majelis Kwitang sempat mengalami surut selama beberapa minggu. Beberapa ulama besar berusaha mendinginkan suasana, di antaranya Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf yang mendatangi para ulama dan habaib di Jakarta untuk tetap mendukung Habib Muhammad dalam meneruskan dakwah ayahnya di Majelis Kwitang, sebagian dikirimi surat olehnya.

Ada juga Habib Saleh bin Muchsin al-Hamid dari Tanggul, sampai bermukim lama di Jakarta. Banyak kaum muslimin yang ingin bertemu dengan beliau untuk meminta doa darinya, dan Habib Saleh mengatakan, "Kalau hari Minggu ana ada di Kwitang di majelisnya Habib Ali (ayah Habib Muhammad)."

Pada masa itu perbedaan tidak sampai menimbulkan perpecahan yang fatal, karena sebelum ada perpecahan ada para ulama dan auliya yang turun untuk ikut menjaga jangan sampai ada perpecahan. Terbukti dimana Habib Muhammad bin Ali al-Habsyi tetap menjalin silaturrahmi yang baik dengan para habib dan ulama di Jakarta dan sekitarnya. Para ulama dan habaib Jakarta pada waktu itu tetap menghormati Habib Muhammad sebagai seorang ulama dan putra dari Habib Ali al-Habsyi, tokoh ulama dan guru besar dari para ulama di zamannya.

Nah, itu keadaannya dahulu. Kalau saat ini, yang ada adalah fitnah dan cacian.

No comments:

Post a Comment