Karakter yang dimiliki oleh Iblis adalah selalu merasa bahwa
dirinya sendiri lebih hebat dari yang lainnya, “Allah telah menciptakan aku
dengan Api, dan menciptakanmu dengan Tanah.” Ini sangat berbanding terbalik
dengan karakteristik yang dimiliki oleh Baginda Nabi Muhammad saw, yakni
senantiasa bertambah ketakutan pada Allah, senantiasa tawadu’, senantiasa
berkasih sayang dan betingkah ramah terhadap sesama manusia.
Apabila seorang manusia bertambah kesholehannya dengan jalan
menuntut ilmu dan banyak beribadah. Bukti kejujuran segala amalnya itu bukan
terletak pada penampilannya saja, tetapi juga pada akhlak dan pergaulannya dengan
sesama. Dan bukti ketidakjujuran dalam setiap amal ibadahnya adalah melihat
dari ketidakakhlakan yang tampak pada orang tersebut. apabila tidak terdapat akhlak pada seseorang tersebut. maka, sebanyak orang tersebut
menjalankan amal ibadah, sebanyak itu pula kepura-puannya. Setiap kali orang tersebut berkomitmen dalam
agama, wajahnya bertamabah murung. Semakin bertambahnya komitmen orang tersebut
kepada agama, semakin orang tersebut membatasi diri dari kelompok tertentu,
semakin dia berkomitmen terhadap agama, semakin dia banyak mencaci
kelompok-kelompk masyarakat, semakin dia berkomiten kepada agama, semakin
bertambah kasar terhadap kerabat dekatnya yang kurang metaati agama. Semoga Allah
memberikan petunjuk kepada orang-orang seperti ini. Darimanakah datangnya itu
semua ?
Bukanlah seperti ini keadaan seseorang yang berkomitmen
terhadap agama. Ini diakibatkan oleh ketiadaan sambungan cara ibadah yang
mereka lakukan dengan cara ibadah yang dilakukan oleh ahli ilmu yang
sebenarnya, yakni yang memiliki sambungan hati dengan Allah swt. Kita semua
butuh untuk berdekatan dengan orang-orang sholeh agar kita dapat menyaksikan
kejujuran hati dalam tingkah laku mereka.
Wahai kalian yang telah memuliakan masjid dengan selalu
mendatangi dan meramaikan masjid. Apakah yang engkau dapat dari hal tersebut ?
bagaiamanakah pandangan kalian terhadap orang-orang yang berada di luar masjid.
Kalian sekarang berada dalam masjid, nanti kalian akan keluar dari masjid ini. Sedangkan,
di luar sana banyak pemuda-pemuda dengan kelakuan buruk. Ada yang kelakuannya meninggikan
suara sehingga menggangu orang-orang sekitar, dan tak perduli dengan
orang-orang yang menasehatinya. Bagaimana engakau akan memandang mereka ?
akankah engkau memandang mereka dengan pandangan belas kasihan dan kasih sayang
? kalian disini telah mendengarkan nasehat-nasehat ini. maka berdoalah, “Ya
Allah sebagaimana Engkau telah memperdengarkan nasehat-nasehat ini kepadaku
serta memberikan petunjuk kepadaku, maka perdengarkan juga nasehat-nasehat ini
kepada mereka dan berilah hidayah kepada mereka.” Apabila kalian melewati
mereka, tersenyumlah kepada mereka dan ucapkan salam kepada mereka, “Assalamu’alykum
warohmatullahi wa barokatuh.” Kemudian kalian lanjutkan perjalanan kalian
dengan tenang. Apabila kalian melakukan hal ini, hati mereka akan terkesan dan
akan mengikuti apa yang kalian lakukan.
Setelah kalian keluar dari majelis ta’lim, kalian merasa diri
kalian penuh dengan kesholehan. Banyak menelaah kitab-kitab, sholat berjama’ah
dan sebagainya. Kemudian kalian keluar dan bertemu dengan mereka lalu berkata, “Aku
berlindung dari godaan syaithan yang terkutuk.” Kalau kalian melakukan hal seperti
ini berarti kalian memandang mereka dengan pandangan kehinaan. Bukan seperti
ini cara berlindung dari kemaksiatan. Sangat jelas perbedaan antara ilmu yang
diajarkan Baginda Nabi Muhammad saw dengan ilmu yang diajarkan oleh iblis.
Ada sebuah kisah, dalam kisah tersebut ada seorang penuntut
ilmu yang sedang bimbang, apakah mau masuk kedalam kelas ini atau kelas yang
satunya. Ia melihat dua majelis ilmu yang berbeda, namun sama-sama mempelajari
al-Qur’an dan as-Sunnah. Ia bimbang untuk memilih majelis mana yang akan ia
ikuti. Kemudian, ia bertanya kepada orang sholeh perihal kebimbangannya
tersebut. Lantas orang sholeh tersebut berkata, “Akan ku bawa engkau ke dalam
dua majelis itu.”
Mereka berdua memasuki majelis yang pertama, kemudian
berdiri di majelis itu. Orang sholeh tersebut berbuat demikian untuk mengetahui
majelis mana yang pantas untuk di ikuti. Mereka berdua berdiri di dalam majelis
pertama tersebut ketika syaikh sedang memberikan pengajaran. Ketika syaikh
tersebut melihat mereka berdua sedang berdiri, syaikh itu berkata,”Duduk! Kenapa
kalian berdiri?” orang sholeh kemudian berbicara, “Aku tidak ingin duduk di
majelis milik kamu ini.” “Kenapa engkau tak mau duduk ?” sahut syaikh. Kemudian orang sholeh pun menjawab, “Dalam
hatiku, ada rasa tidak puas dengan engkau.” Syaikh membalas, “Aku pun sama,
sangat-sangat tidk puas dengan engkau. Keluarlah kalian wahai syaithan. Jangan mengganggu
majelis ini.” Kemudian pemuda itu berkata, “Ayo lekas pergi dari sini, sebelum
kita terkena pukul dari mereka.”
Kemudian mereka pergi ke majelis yang kedua, mereka berdiri di dalam majlis tersebut
ketika seorang syaikh sedang memberikan pengajaran. Ketika syaikh tersebut
melihat mereka sedang berdiri, syaikh tersebut bertanya, “Kenapa kalian berdua tidak
duduk?” (nampak perbedaan, dari syaikh yang pertama yang mengatakan “Duduk!”
dengan syaikh yang kedua mengatakan. “kenapa tidak duduk?”) pemuda itu pun
menjawab, “Aku tidak ingin duduk di majelis milikmu?” syaikh kembali bertanya, “Kenapa?”
lantas pemuda itu menjawab, “Aku ada perasaan tidak puas kepadamu dalam
hatiku.” Kemudian syaikh itu menutupi wajahnya dan menangis, seraya berkata, ”Sesungguhnya
kepada Allah saja semua kembali, aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya. Mungkin Allah telah menunjukkan kepada engkau aib-ku yang aku
sembunyikan, aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.” Orang sholeh
pun menoleh kepada pemuda tersebut, dan berkata, “Majelis mana yang akan engkau
ikuti? Yang pertama atau yang ini?” Tanda-tanda kesholehan itu sangat jelas nampak
pada akhlak syaikh tersebut.
Jika engkau bimbang dalam menentukan pilihan, orang ini
berbicara dengan perkataan yang benar dan orang satunya juga berbicara dengan
perkataan yang benar. Maka, lihatlah dari akhlak mereka. Dimana nampak akhlak
yang mulia, disitulah agama itu berada dan dimana nampak akhlak yang mulia,
disitulah ilmu itu berada. Dan begitu pula sebaliknya, dimana nampak akhlak
yang buruk, ilmu dan agama tidak akan ada disitu.
Tidak mungkin beragama tanpa akhlak, tidak mungkin mendapat
kesholehan tanpa akhlak yang mulia dan tidak mungkin berilmu tanpa dibarengi
akhlak yang mulia. Oleh karena itu, apabila ada orang yang beragama dan berilmu,
akan tetapi tidak nampak dalam diri orang tersebut akhlak yang mulia. Maka, di
dalam orang tersebut ada kecacatan. Inilah tanda-tandanya, hal ini kita lakukan
untuk mengoreksi dir kita sendiri. Jangan digunakan untuk menilai orang lain. Untuk
memperbaiki hubungan kita dengan Allah swt.
No comments:
Post a Comment