Habib Ali al-Jufrie: Pandangan terhadap Pelaku Maksiat - Santrijagad

Habib Ali al-Jufrie: Pandangan terhadap Pelaku Maksiat

Bagikan Artikel Ini

Karakter yang dimiliki oleh Iblis adalah selalu merasa bahwa dirinya sendiri lebih hebat dari yang lainnya, “Allah telah menciptakan aku dengan Api, dan menciptakanmu dengan Tanah.” Ini sangat berbanding terbalik dengan karakteristik yang dimiliki oleh Baginda Nabi Muhammad saw, yakni senantiasa bertambah ketakutan pada Allah, senantiasa tawadu’, senantiasa berkasih sayang dan betingkah ramah terhadap sesama manusia.

Apabila seorang manusia bertambah kesholehannya dengan jalan menuntut ilmu dan banyak beribadah. Bukti kejujuran segala amalnya itu bukan terletak pada penampilannya saja, tetapi juga pada akhlak dan pergaulannya dengan sesama. Dan bukti ketidakjujuran dalam setiap amal ibadahnya adalah melihat dari ketidakakhlakan yang tampak pada orang tersebut. apabila tidak terdapat akhlak pada seseorang tersebut. maka, sebanyak orang tersebut menjalankan amal ibadah, sebanyak itu pula kepura-puannya.  Setiap kali orang tersebut berkomitmen dalam agama, wajahnya bertamabah murung. Semakin bertambahnya komitmen orang tersebut kepada agama, semakin orang tersebut membatasi diri dari kelompok tertentu, semakin dia berkomitmen terhadap agama, semakin dia banyak mencaci kelompok-kelompk masyarakat, semakin dia berkomiten kepada agama, semakin bertambah kasar terhadap kerabat dekatnya yang kurang metaati agama. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang seperti ini. Darimanakah datangnya itu semua ?

Bukanlah seperti ini keadaan seseorang yang berkomitmen terhadap agama. Ini diakibatkan oleh ketiadaan sambungan cara ibadah yang mereka lakukan dengan cara ibadah yang dilakukan oleh ahli ilmu yang sebenarnya, yakni yang memiliki sambungan hati dengan Allah swt. Kita semua butuh untuk berdekatan dengan orang-orang sholeh agar kita dapat menyaksikan kejujuran hati dalam tingkah laku mereka.

Wahai kalian yang telah memuliakan masjid dengan selalu mendatangi dan meramaikan masjid. Apakah yang engkau dapat dari hal tersebut ? bagaiamanakah pandangan kalian terhadap orang-orang yang berada di luar masjid. Kalian sekarang berada dalam masjid, nanti kalian akan keluar dari masjid ini. Sedangkan, di luar sana banyak pemuda-pemuda dengan kelakuan buruk. Ada yang kelakuannya meninggikan suara sehingga menggangu orang-orang sekitar, dan tak perduli dengan orang-orang yang menasehatinya. Bagaimana engakau akan memandang mereka ? akankah engkau memandang mereka dengan pandangan belas kasihan dan kasih sayang ? kalian disini telah mendengarkan nasehat-nasehat ini. maka berdoalah, “Ya Allah sebagaimana Engkau telah memperdengarkan nasehat-nasehat ini kepadaku serta memberikan petunjuk kepadaku, maka perdengarkan juga nasehat-nasehat ini kepada mereka dan berilah hidayah kepada mereka.” Apabila kalian melewati mereka, tersenyumlah kepada mereka dan ucapkan salam kepada mereka, “Assalamu’alykum warohmatullahi wa barokatuh.” Kemudian kalian lanjutkan perjalanan kalian dengan tenang. Apabila kalian melakukan hal ini, hati mereka akan terkesan dan akan mengikuti apa yang kalian lakukan.

Setelah kalian keluar dari majelis ta’lim, kalian merasa diri kalian penuh dengan kesholehan. Banyak menelaah kitab-kitab, sholat berjama’ah dan sebagainya. Kemudian kalian keluar dan bertemu dengan mereka lalu berkata, “Aku berlindung dari godaan syaithan yang terkutuk.” Kalau kalian melakukan hal seperti ini berarti kalian memandang mereka dengan pandangan kehinaan. Bukan seperti ini cara berlindung dari kemaksiatan. Sangat jelas perbedaan antara ilmu yang diajarkan Baginda Nabi Muhammad saw dengan ilmu yang diajarkan oleh iblis.

Ada sebuah kisah, dalam kisah tersebut ada seorang penuntut ilmu yang sedang bimbang, apakah mau masuk kedalam kelas ini atau kelas yang satunya. Ia melihat dua majelis ilmu yang berbeda, namun sama-sama mempelajari al-Qur’an dan as-Sunnah. Ia bimbang untuk memilih majelis mana yang akan ia ikuti. Kemudian, ia bertanya kepada orang sholeh perihal kebimbangannya tersebut. Lantas orang sholeh tersebut berkata, “Akan ku bawa engkau ke dalam dua majelis itu.”

Mereka berdua memasuki majelis yang pertama, kemudian berdiri di majelis itu. Orang sholeh tersebut berbuat demikian untuk mengetahui majelis mana yang pantas untuk di ikuti. Mereka berdua berdiri di dalam majelis pertama tersebut ketika syaikh sedang memberikan pengajaran. Ketika syaikh tersebut melihat mereka berdua sedang berdiri, syaikh itu berkata,”Duduk! Kenapa kalian berdiri?” orang sholeh kemudian berbicara, “Aku tidak ingin duduk di majelis milik kamu ini.” “Kenapa engkau tak mau duduk ?” sahut syaikh.  Kemudian orang sholeh pun menjawab, “Dalam hatiku, ada rasa tidak puas dengan engkau.” Syaikh membalas, “Aku pun sama, sangat-sangat tidk puas dengan engkau. Keluarlah kalian wahai syaithan. Jangan mengganggu majelis ini.” Kemudian pemuda itu berkata, “Ayo lekas pergi dari sini, sebelum kita terkena pukul dari mereka.”

Kemudian mereka pergi ke majelis yang kedua,  mereka berdiri di dalam majlis tersebut ketika seorang syaikh sedang memberikan pengajaran. Ketika syaikh tersebut melihat mereka sedang berdiri, syaikh tersebut bertanya, “Kenapa kalian berdua tidak duduk?” (nampak perbedaan, dari syaikh yang pertama yang mengatakan “Duduk!” dengan syaikh yang kedua mengatakan. “kenapa tidak duduk?”) pemuda itu pun menjawab, “Aku tidak ingin duduk di majelis milikmu?” syaikh kembali bertanya, “Kenapa?” lantas pemuda itu menjawab, “Aku ada perasaan tidak puas kepadamu dalam hatiku.” Kemudian syaikh itu menutupi wajahnya dan menangis, seraya berkata, ”Sesungguhnya kepada Allah saja semua kembali, aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Mungkin Allah telah menunjukkan kepada engkau aib-ku yang aku sembunyikan, aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.” Orang sholeh pun menoleh kepada pemuda tersebut, dan berkata, “Majelis mana yang akan engkau ikuti? Yang pertama atau yang ini?” Tanda-tanda kesholehan itu sangat jelas nampak pada akhlak syaikh tersebut.

Jika engkau bimbang dalam menentukan pilihan, orang ini berbicara dengan perkataan yang benar dan orang satunya juga berbicara dengan perkataan yang benar. Maka, lihatlah dari akhlak mereka. Dimana nampak akhlak yang mulia, disitulah agama itu berada dan dimana nampak akhlak yang mulia, disitulah ilmu itu berada. Dan begitu pula sebaliknya, dimana nampak akhlak yang buruk, ilmu dan agama tidak akan ada disitu.

Tidak mungkin beragama tanpa akhlak, tidak mungkin mendapat kesholehan tanpa akhlak yang mulia dan tidak mungkin berilmu tanpa dibarengi akhlak yang mulia. Oleh karena itu, apabila ada orang yang beragama dan berilmu, akan tetapi tidak nampak dalam diri orang tersebut akhlak yang mulia. Maka, di dalam orang tersebut ada kecacatan. Inilah tanda-tandanya, hal ini kita lakukan untuk mengoreksi dir kita sendiri. Jangan digunakan untuk menilai orang lain. Untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah swt. 


*Ditranskrip oleh santrijagad dari video ceramah Habib Ali al-Jufrie

No comments:

Post a Comment