Bagi yang sejak awal sudah dongkol kepada Aksi Bela Islam 212 yang super damai itu, kerumunan massa sepanjang Monas - Bundaran HI - Thamrin tak berarti baginya. Ia takkan mengamini bahwa mereka datang dengan ilham rabbani, bahwa awan yang teduh dan gerimis yang turun adalah rahmat Ilahi. Ia takkan kagum dengan solidaritas umat Islam yang dengan sukarela saling memberi dan berbagi. Ia tak percaya jika persatuan antargerakan di atas panggung saat itu tulus, baginya itu hanya basa basi politis belaka.
![]() |
Aksi Bela Islam Jilid III, 2/12/2016 |
![]() |
Ziarah Arbain di Karbala, Irak, 2016 |
![]() |
Perayaan Maulid Nabi di Pakistan, 2014 |
![]() |
Arak-arakan Parade Tauhid |
![]() |
Harlah NU ke-85 di GBK, Jakarta |
Contoh di atas masih dalam satu nama besar 'Islam' lho ya, belum lagi kalau kita perluas varian sampelnya. Misal, ambil contoh jutaan massa NAZI yang berkumpul menyesaki seantero Berlin dengan begitu rapi, jutaan baris rakyat Kim Jong Un yang membentuk formasi cantik, ratusan biksu di Thailand bermeditasi dengan keheningan yang menghanyutkan, atau betapa melodis nyanyian rohani ribuan jemaat Katolik di pelataran katedral Vatikan. Tentu akan makin terlihat subyektivitas itu beserta beragam penyangkalan dan kenyinyirannya.
![]() |
Konsentrasi massa NAZi di Berlin, 1985 |
Nah, ukuran obyektivitas ini -kukira- juga subyektif. Orang yang berminat pada hukum, ya bakal menggunakan kacamata yuridis. Yang berkecimpung di agama, pakai kacamata kitab sucinya. Yang berkutat di pelestarian lingkungan, bakal menggunakan neraca ekologi.
Lhah ternyata dalam Islam ada neraca obyektivitas yang dalam hemat saya kok begitu pas. Kiai Nawawi Banten berujar bahwa tujuan berislam ialah agar kita bisa harmonis dengan dua kutub, yakni kutub Sang Khalik dan kutub sesama makhluk. Itu dia neraca obyektivitasnya; harmoni dengan Khalik, dan harmoni dengan makhluk.
Kemudian penjabaran detilnya bisa kita timbang pada maqashid syariah itu. Yakni penjagaan terhadap agama, penjagaan terhadap kehidupan manusia, penjagaan terhadap keberlangsungan dan moral berketurunan, penjagaan terhadap kepemilikan harta benda, serta penjagaan terhadap nalar. Artinya, konsentrasi massa jika masih dalam koridor memperjuangkan lima hal itu, atau setidaknya tidak menerjang lima penjagaan itu, tentu patut diapresiasi dengan baik. Kalau sebaliknya, ya sebaliknya.
Kekhawatiran sebagian kalangan bahwa pada agenda 212 akan terjadi insiden, rusuh, dan semacamnya, ternyata tak terbukti. Meskipun memang kecurigaan itu beralasan karena beberapa tokoh penggagas aksi tersebut bersimpati terhadap Daesh di awal kemunculannya, bahkan berbaiat kepada khalifahnya.
Walau tuntutan yang disuarakan di Aksi 212 masih 'nggantung', banyak prestasi teknis yang tertoreh dalam aksi tempo hari itu, mulai dari militansi peserta, kerukunan, kerapian, hingga kebersihan lokasi.
Saya pribadi sering melihat kabar lintas globe yang melibatkan konsentrasi massa begitu banyak. Yang paling mirip Aksi 212 ini misalnya demonstrasi jutaan orang di Pakistan awal tahun lalu pimpinan Syaikh Tahir Ul Qadri menuntut boikot pemilu yang juga berlangsung aman dan tertib (meskipun dalam demo ke sekian berujung kisruh). Atau demonstrasi jutaan rakyat Checny yang terkonsentrasi di Grozny dengan orasi Habib Ali Aljufri sebagai bentuk protes atas kasus Charlie Hebdo, juga berlangsung aman.
![]() |
Demo Pakistan Awami Tahreek, Januari 2013 |
![]() |
Massa protes atas penghinaan terhadap Nabi Muhammad di Grozny, Checny |
Namun sayangnya, untuk sementara ini kayaknya pintu kritik masih tertutup. Bila ada satu dua orang yang membuka mulut untuk mengkritik, dia akan langsung disumpal dengan berbagai stempel; munafik, lemah iman, antek liberal, tukang nyinyir, dan seterusnya. Maka tak pelak, untuk saat ini yang bisa mengkritik hanyalah peserta aksi sendiri, otokritik. Itu pun kalau merasa ada yang bisa dikritik, kecuali kalau sudah merasa sempurna segala sisinya.
Mari kita lanjutkan aksi bela Islam ini dalam kehidupan kita masing-masing. Bersamaan dengan aksi membela sesama manusia yang terlemahkan kezaliman, serta membela alam lingkungan yang menjadi tanggung jawab kekhalifahan.
MAY THE FORCE (Quwwatu al-Qawiyy) BE WITH YOU
Krapyak, Selasa Kliwon, 6 Mulud 1438
*Penulis adalah pemred santrijagad.org
No comments:
Post a Comment