KH Sya'roni Ahmadi, Kudus |
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190)
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu memulai perang, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang memulai perang.”
Ayat yang memerintahkan perang (Ayat al Qital) turun hanya untuk membalas orang-orang kafir yang memerangi umat Islam saja, bukan untuk memulai perang. Ayat perang dalam Surat Al Baqarah adalah surat Madaniyyah yang turun setelah 14 tahun mendapat perlakuan tidak baik dari orang kafir dan umat Islam belum boleh untuk membalas. Para shahabat sebenarnya sudah geram melihat perlakuan orang kafir dan ingin membalas, namun karena belum turun perintah perang maka shahabat harus bersabar dan bertahan menghadapi perlakuan orang kafir. Pribadi Rasulullah SAW adalah pribadi yang belas kasih terhadap orang kafir.
Rasulullah SAW bersikap demikian karena Rasulullah SAW sudah pernah menyaksikan betapa pedihnya siksa neraka dan betapa nikmatnya hidup di surga. Rasulullah SAW merasa kasihan apabila orang-orang kafir harus mati tidak terselamatkan dalam keadaan kafir. Salah besar jika Rasulullah SAW digambarkan sebagai nabi yang keras terhadap orang-orang kafir. Yang bersikap keras terhadap orang kafir adalah para shahabatnya, karena shahabat tidak pernah menyaksikan sendiri pedihnya siksa dalam api neraka. Sehingga ketika membaca Q.S. Al Fath ayat 29:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”
Yang tepat pada kalimat “Muhammadur Rasulullah” adalah dibaca waqaf (berhenti) bukan washal (meneruskan bacaan), sebab yang “Asyidda’u ‘Alal Kuffar” (keras terhadap orang-orang kafir) adalah orang-orang yang bersama nabi (shahabat). Shahabat dibanding umat Islam sekarang lebih keras umat Islam sekarang.
Ketika turun perintah untuk perang para shahabat sangat senang sekali sedangkan Rasulullah SAW sangat sedih sekali. Kesedihan Rasulullah SAW disebabkan jika orang-orang kafir diperangi dan mati maka mati dalam keadaan kafir dan kelak masuk dalam api neraka selamanya. Rasulullah SAW masih berharap imannya orang-orang kafir. Kepada orang kafir saja Rasulullah sangat belas kasih apalagi terhadap umat Islam. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Al Anbiya’ ayat 107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."
2. SURAH AL-BAQARAH 191: Perang Di Masjidil Haram
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (191)
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah (kemusyrikan) itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.”
Orang-orang kafir mengetahui kalau umat Islam dilarang perang di Masjidil Haram sehingga mereka mengganggu umat Islam di Masjidil Haram. Mereka menyangka ketika umat Islam diganggu di Masjidil Haram tidak akan membalas. Allah SWT membolehkan umat Islam membalas di Masjidil Haram ketika orang-orang kafir yang memulai.
3. SURAH AL-BAQARAH 192-193: Larangan Memerangi Kafir Yang Berhenti Memusuhi Islam
فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (192)
“Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ (193)
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah (kemusyrikan) lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
Orang-orang kafir ketika sudah berhenti memusuhi umat Islam maka umat Islam tidak boleh memerangi mereka. Ketika mereka memulai lagi maka umat Islam boleh membalasnya lagi sampai orang-orang kafir tidak lagi memusuhi umat Islam.
Selama mengikuti perang melawan orang-orang kafir, Rasulullah SAW tidak pernah membunuh musuhnya. Hanya satu kali musuh Rasulullah SAW mati ditangan beliau dan itu pun bukan karena beliau yang membunuhnya tapi karena kebetulan tertusuk senjata yang dipegang Rasulullah SAW.
Dikisahkan bahwa usai perang badar saat Ubay bin Khalaf sedang menghias kudanya untuk berperang. Rasulullah SAW menyapanya “Ubay sedang apa kamu?” Ubay menjawab “kuda ini saya persiapkan untuk membunuhmu kelak dalam peperangan.” Oleh malaikat jibril Rasulullah SAW disuruh menjawab “justru kamu yang nanti akan mati di atas kudamu.”
Ketika perang Uhud berlangsung Ubay sangat bernafsu untuk membunuh Nabi Muhammad SAW, karena jika ia tidak segera membunuhnya maka pasti ia yang akan mati di tangan Nabi. Di medan perang Ubay mencari-cari Nabi. Mengetahui gelagat Ubay beberapa shahabat hendak menghadapinya tapi dicegah oleh Nabi. Ketika Ubay telah menjumpai Nabi ia segera mendekat hendak membunuh nabi dengan menunggang kudanya tapi justru Ubay yang tertusuk tombak yang dibawa Nabi. Ubay menangis dan didekati Abu Jahal dan Abu Lahab “Hai Ubay! Sekelas jenderal tertusuk dengan luka kecil kok menangis.” Oleh Ubay dijawab “aku menangis bukan karena sakitnya luka yang aku derita tapi aku jengkel karena ucapan Muhammad ternyata benar.”
Sikap lembut Nabi berbeda dengan para shahabat. Sayyidina Ali wataknya keras sehingga Abu Jahal tidak berani jika harus berhadapan dengan Sayyidina Ali, demikian juga Sayyidina Umar. Sayyida Ali pernah ditantang duel oleh Marhab gembong Yahudi. “Medan Khaibar telah tahu bahwa akulah Marhab. Penyandang senjata pahlawan yang teruji ketika perang telah berkecamuk dan menyala.” Dijawab oleh Sayyidina Ali RA “Akulah yang diberi nama ibuku dengan sebutan Haidar (macan). Bagaikan macan hutan yang seram tampangnya.” Akhirnya duel dimenangkan Ali dan Marhab terbunuh di tangan Sayyidina Ali.
Pernah suatu ketika Ali hendak berangkat perang. Oleh shahabat lain diingatkan “Wahai Ali! Hari ini adalah hari nahas (apes).” Ali balik bertanya dengan nada ingkar “Yang nahas aku atau musuhku.” Sayyidina Ali tetap saja berangkat dan menang.
Hukum perang adalah fardlu kifayah bukan fardlu ‘ain. Tidak setiap umat Islam wajib berperang. Ada 27 peperangan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW dan 47 peperangan dipimpin oleh shahabat dan nabi tidak ikut berperang.
4. SURAH AL-BAQARAH 194: Perang Di Bulan Haram
الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (194)
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Bulan haram ada 4 bulan: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Apabila di bulan haram orang kafir menyerang maka tetap diperbolehkan membalas dengan balasan yang setimpal.
Perang terakhir yang diikuti oleh Rasulullah SAW ketika fathu Makkah. Untuk melaksanakan perintah perang terakhirnya, Rasulullah SAW menyiapkan 4 kelompok pasukan perang. Nabi mengangkat Umar menjadi panglima perang tapi ditentang oleh Sa’ad bin Ubadah, Khalid bin Walid dan shahabat lainnya karena Umar wataknya keras. Akhirnya Rasulullah SAW memimpin langsung karena jika Umar diganti shahabat yang tingkatannya dibawah Umar pasti akan terjadi konflik.
Rasulullah berpesan untuk bisa menguasai Masjidil Haram sebelum tanggal 1 Syawal. Para shahabat bersemangat untuk membalas orang-orang kafir. Ketika Makah berhasil dikuasai (fathu Makkah) Rasulullah SAW bersabda:
أَلاَ من قال لا إله إلاَّ الله فهو آمِن ، ومن وضَع السَّلاح فهو آمِن ، ومن أغلق بابه فهو آمِن ومن دخل المسجد فهو آمن، ومن دخل دار أبي سفيان فهو آمن.
“Ingatlah! Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaha illallah maka dia aman, orang yang meletakkan senjatanya maka ia aman, orang yang mengunci rumahnya maka ia aman. Barangsiapa yang masuk ke dalam masjid maka ia aman, orang yang masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman.”
Ketika semua orang kafir sudah masuk ke masjid Rasulullah SAW bersabda dengan bahasa pendekatan:
يا بني قريش! أنتم قريش وأنا قريش. يا بني عبد مناف! أنتم عبد مناف وأنا عبد مناف ماذا تظنونني فاعل بكم قال أبو سفيان: خيرا أنت أخ كريم وابن أخٍ كريم. قال: اذهبوا فأنتم الطلقاء
“Wahai Bani Quraiys! Kalian Qurays saya juga Quraiys. Wahai Bani Abdi Manaf! Kalian Abdi Manaf saya juga Abdi Manaf. Kira-kira apa yang akan saya lakukan kepada kalian?” Abu Sufyan menjawab “Engkau pasti akan berbuat kebaikan karena engkau adalah saudara yang mulia keturunan dari orang yang mulia.” Nabi bersabda “Pergilah kalian semua. Kalian semua telah bebas.”
Para shahabat bingung mendengar keputusan Rasulullah SAW. Mereka tidak mengetahui jalan fikiran Rasulullah SAW membebaskan semua orang kafir yang ada dalam masjid. Kemudian Jibril menyampaikan wahyu Q.S. An Nashr dan kufar Mekah berbondong-bondong masuk Islam. [Zq]
*Sumber: Situs resmi Santri Menara
No comments:
Post a Comment