Fenomena Ahok dan Sikap Elegan dalam Menghadapinya - Santrijagad

Fenomena Ahok dan Sikap Elegan dalam Menghadapinya

Bagikan Artikel Ini
OLEH: IMRON ROSYADI

Apakah ada yang mengenal Walikota Solo Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo? Dia walikota Solo beragama Katholik yang terpilih saat pilkada serentak tahun 2015 dan dilantik tanggal 17 Februari 2016.

Padahal di Solo 78 % penduduknya beragama ISLAM. Setiap tahun di Balaikota Solo diadalan SOLO BERSHOLAWAT yang diselenggarakan oleh Pemkot Solo bersama Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf, bahkan di tahun 2014 saat itu Habib Umar bin Hafidz satu panggung dengan Walikota Solo dan mendoakan agar dirinya mendapat hidayah.
Demo menolak Ahok di Jakarta, 14 Oktober 2016
Dalam sejarah Pemilihan Umum di Indonesia TIDAK ADA SATUPUN Partai berasaskan ISLAM menjadi pemenang dalam Pemilu mulai dari Pemilu 1955 sampai Pemilu 2014. Masyarakat Indonesia lebih memilih "Bagaimana ia bisa makan" daripada menggunakan sentimen agama dalam berpolitik. Perlawanan di Kota Solo mungkin ada, tapi tidak sederas detik ini dalam Pilkada DKI Jakarta yang menyeret nama "Basuki Tjahaja Purnama alias AHOK" sebagai tokoh sentralnya yang beragama Kristen Protestan.

Dalam sejarah Gubernur DKI Jakarta, pernah dijabat seorang Gubernur Nonmuslim yaitu Henk Ngantung beragama Katholik pada periode 1964-1965. Meskipun dalam track record Ahok punya berbagai sisi positif dalam kepemimpinannya mulai dari keterbukaan dan transparansi publik, pelayanan publik ditingkatkan, revitalisasi sungai-sungai, remunerasi PNS, sampai mendapat penghargaan tokoh antikorupsi, tetapi Umat Islam MUNGKIN tidak melihat demikian. Kalau saja Ahok tidak arogan, menjaga ucapan, lebih beretika dalam bertutur kata terutama terkait sentimen agama, mungkin bisa lain ceritanya.

Dalam urusan politik saya itu sudah sering mengamati iklim perpolitikan sejak Pemilu 2004. Tidak ada satu orangpun yang bisa memengaruhi saya dalam memilih siapa yang akan saya pilih dalam Pemilu baik itu Pilkada, Pemilu Legislatif, maupun Pilpres. Sebab PASTI banyak perbedaan dari tokoh A memilih ini, dari tokoh B memilih itu, maka saya punya ijtihad sendiri dalam pemilu bukan hanya melihat dari sudut pandang agama, tetapi juga melihat dari sudut pandang politik, ekonomi, sosial, dan sudut pandang lain yang lebih kompleks.

Untuk kasus Basuki Tjahaja Purnama, secara pribadi SEANDAINYA dia beragama ISLAM dan mencalonkan diri jadi Gubernur Jawa Tengah, aku akan pilih dia untuk membenahi Provinsi Jawa Tengah.

Loohh kok Gubernur Jawa Tengah ? Ya karena aku warga Jawa Tengah dan tidak mungkin menjadi pemilih di DKI Jakarta. Tapi sayang seribu sayang, sikap arogansi Ahok yang seringkali membuat 'kesal' umat Islam, nampaknya SULIT UNTUK DIHILANGKAN.

Pernyataan kontroversial dirinya pada tanggal 27 September 2016 di Kepulauan Seribu telah banyak melukai umat Islam. Hal ini merupakan "blunder" terbesar bagi dirinya yang pada saat itu sedang memakai seragam dinas dalam kapasitasnya menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Aku mulai tidak suka dengan Ahok ketika dia melarang pengajian diadakan di Monas, dan pada saat itu dia memfitnah Majelis Rasulullah di hadapan Umat Nasrani di Singapura. Oleh karenanya, aku sempat kecewa ketika saingan-saingan Ahok yang mumpuni dan berprestasi seperti Ridwan Kamil dan Tri Rismaharini TIDAK JADI ikut dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti. Sebab aku melihat, dua pasang calon Gubernur DKI Jakarta lainnya menurut saya SANGAT LEMAH dan tidak mampu mengimbangi elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama. Karena untuk bisa mengalahkannya, SANDINGKAN dengan orang Islam yang punya kinerja dan berprestasi dalam kepemimpinannya di pemerintahan.

Trend pemilu di Indonesia sejak tahun 2004 masyarakat secara umum melihat calon itu berdasarkan kinerja dan prestasi dari calon pimpinan itu sendiri, sudah jarang sekali melihat dari sisi agama, karena justru banyak pejabat dan pimpinan dari partai berasaskan ‘agama’ menjadi tersangka korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan wewenang lainnya, sehingga orang jadi jenuh dengan kondisi yang ada dan menginginkan suasana baru dalam kehidupannya.

Namun, sejak kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama yang melukai umat Islam di seluruh Indonesia. Mungkin elektabilitas Ahok bisa menurun entah itu sedikit ataupun banyak.
Ingat sedulur, jumlah penduduk Muslim di DKI Jakarta menurut sensus 2010 sekitar 84,4%. KALAU SEANDAINYA Ahok terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta di Pilkada Februari 2017 nanti, maka apa yang saya katakan masyarakat lebih memilih “Bagaimana ia bisa makan” daripada menggunakan sentimen agama itu TERBUKTI.

Dan jika ia terpilih, HARUS ADA rem dan kendali ketika ia menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Maka ini akan SANGAT BERBAHAYA sebab ini bisa menjadi batu loncatan untuk Basuki Tjahaja Purnama diusungkan menjadi Calon Presiden dan atau Calon Wakil Presiden Republik Indonesia. Dalam level Provinsi saja huru hara politik sudah sangat gaduh, apalagi jika ia diusung di tahun 2019 atau tahun 2024.

Inilah statement saya PRIBADI terhadap huru hara politik di DKI Jakarta, padahal awalnya TIDAK INGIN membahas ini, namun banyak sekali yang meminta untuk berkomentar terkait hal ini. Aku khawatir bila penolakan atas Kepala Daerah tidak boleh nonmuslim didengung-dengungkan secara lantang di hadapan umum, akan berakibat di Papua, NTT, dan Sulawesi Utara Gubernurnya harus Nasrani, di Bali Gubernurnya harus Hindu, dan kedepan Republik Indonesia AKAN TERPECAH berdasarkan kelompok-kelompok agamanya masing-masing, dan slogan “NKRI HARGA MATI” hanya menjadi slogan tanpa implementasi nyata membangun bingkai kerukunan Umat Beragama di Indonesia.

Lebih baik DENGUNGKAN pemimpin Islam yang berprestasi, punya track record baik, TANPA mencaci, mencela, dan menghina umat lain, sebab semakin kita menghina, mencaci, dan mencela akan semakin menambah sisi negatif kita di hadapan umat lain.

Karena Allah Subhanahuwata’ala berfirman :

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. Al-An'am : 108)

Dan ayat ini bisa dijadikan PEGANGAN bagi kita semua

وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. ( QS. Al Baqarah : 120 )

Tegal, 14 Oktober 2016

*Penulis adalah pegiat Forum Komunikasi Majlis Ta'lim se-Tegal

No comments:

Post a Comment