OLEH: KH MAIMUN ZUBAIR*
Anugerah mempunyai beberapa sebab. Pertama, anugerah yang perlu diusahakan (kasbiyah). Hal ini berhubungan dengan perintah, pujian, serta balasan baik dunia maupun akhirat. Adapun hal-hal yang perlu diusahakan yaitu:
a. Mengenal Allah, nama-nama Allah yang mulia dan sifat-sifat-Nya. Hal ini sebaik-baik amal dalam segi kemuliaan, hasil yang didapat, serta balasan yang akan diperoleh darinya. Maka inilah perlunya mengaji.
b. Keadaan yang timbul dari mengenal sifat-sifat Allah. Seperti: rasa takut yang ditimbulkan dari mengenal-Nya (mahabbah/khosyyah), rasa cinta, pasrah, takut akan siksa (khouf) dan harapan mendapatkan rahmat.
c. Setiap ucapan yang mendekatkan diri kepada Allah.
d. Taat kepada Allah dengan anggota badan.
e. Mencegah diri dari larangan, baik batin maupun dlohir. Balasan akan hal ini menurut kadar usaha nafsu dalam meninggalkannya. Seperti halnya meninggalkan keharaman lebih utama dari pada meninggalkan kemakruhan, melakukan kefardluan itu lebih mulia dari pada melakukan kesunnahan.
f. Mencegah diri dari perkara yang syubhat dan kemakruhan.
g. Mencegah diri dari hal mubah yang menyibukan diri sehingga lupa kepada Tuhan bumi dan langit.
Kedua, ada beberapa anugrah yang tidak bisa diusahakan, yaitu;
a. Akal serta fungsi-fungsi yang berhubungan dengannya. Akal merupakan suatu hal yang menarik dan mendorong akan adanya pengetahuan, pendekatan, maupun tingginya pangkat.
b. Sifat mulia yang menjadi watak, seperti cemburu, welas, asih, derma, pemberani, dan sifat malu. Balasan yang berhubungan dengan hal ini tergantung atas hasil yang ditimbulkan. Contoh: cemburu akan mendorong seseorang untuk melindungi orang yang dicinta dari marabahaya yang menimpa. Rasa kasihan akan memudahkan seseorang untuk memaafkan.
c. Pengetahuan yang timbul dari ilham.
d. Keramat, seperti mengetahui perkara gaib. Keramat merupakan fitnah atau cobaan bagi orang yang berjalan menuju Allah. Sebab, orang yang berhenti dari berjalan menuju Allah ia akan terputus dari Allah. Dan orang yang berpaling dan tidak melirik keramat yang dianugrahkan maka ia akan berpangkat luhur menjadi wali Allah.
e. Kenabian.
f. Risalah (menjadi utusan Allah). Menjadi utusan ada kalanya langsung dari Allah tanpa malaikat, seperti Nabi Musa yang dikhitobi “Pergilah kepada Fir'aun, sesungguhnya ia adalah orang melewati batas!” (Surat an-Naziat: 17). Ada kalanya dengan perantara Malaikat Jibril, seperti Nabi Muhammad pada ayat 1-2 Surat al-Muddatsir; “Wahai orang yang berselimut, bangkitlah dan berilah peringatan.”
Adapun balasan atas anugerah-anugerah yang bisa diusahakan juga ada dua, yakni:
a. Balasan di dunia, seperti: rasa tenang dengan Allah, rela dengan keputusan-Nya, tentram dengan dekat kepada-Nya, rasa nyaman dengan mengenal-Nya, berpangkat tinggi dengan taat kepada-Nya, serta rizki yang melimpah ruah.
b. Balasan di akhirat, meliputi kenikmatan jasmani seperti bidadari, hidangan dan istana. Juga kenikmatan ruhani seperti berpangkat tinggi di sisi Allah, dekat, berbicara dan mendapatkan kegembiraan dengan memperoleh rahmat dan ridlo-Nya. Ridlo dari Allah dan melihat Allah inilah puncak dari balasan, karena kedua balasan ini tidak mampu diungkapkan dengan lisan dan tidak pernah terlukis dalam hati insan. [Zq]
*Artikel ini merupakan kutipan pengajian kitab Syajaratul Ma’arif wal Ahwal bersama KH Maimun Zubair di Musholla al-Anwar, Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, Senin Pahing 1 Romadlon 1437H/ 6 Juni 2016M ba'da Dluhur. Ditulis oleh Kanthongumur, disunting oleh Santrijagad.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
jual kitab syajarotul ma'arif nda mas?
ReplyDeletejual kitab syajarotul ma'arif nda mas?
ReplyDelete