Derajat Orang-orang Yang Mendahulukan Orang Tua (Lansia) - Santrijagad

Derajat Orang-orang Yang Mendahulukan Orang Tua (Lansia)

Share This
Dikisahkan, sahabat Ali bin Abi Thalib sedang berjalan tergesa-gesa menuju masjid. Ia tak ingin melewatkan shalat subuh hari itu dimana Nabi SAW sendiri yang menjadi imamnya. Di tengah jalan, Sahabat Ali terpaksa memperlambat langkahnya. Di depannya jalan seorang laki-laki tua tertatih-tatih. Sahabat Ali tidak mau mendahului lelaki tua itu karena rasa hormatnya. Walhasil, sahabat Ali pun menjadi terlambat tiba di masjid. Tiba di masjid, ternyata lelaki tua tidak masuk kedalamnya. Ia terus saja berjalan tanpa menghiraukan bahwa ia sedang berada di depan sebuah masjid pada saat dimana waktu shalat subuh sedang tiba.
“Barangkali lelaki tua itu adalah seorang yang kafir, atau yang pasti ia bukanlah orang Islam”. Begitu pikir sahabat Ali dalam hatinya. Sewaktu sahabat Ali masuk ke dalam masjid, dilihatnya Nabi SAW sedang rukuk. Ini berarti, bahwa masih tersedia waktu bagi Ali untuk shalat dengan diimami Nabi SAW sebagaimana yang diniatkan sebelumnya.
Ilustrasi Lansia
Usai shalat, para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ada gerangan apa, Ya Rasulullah SAW sehingga engkau lebih memilih memperlama masa rukuk waktu shalat tadi? Padahal, sebelumnya hal yang seperti ini belum pernah engkau lakukan?”
Mendengar pertanyaan para sahabat itu, Nabi SAW segera menjawab, “Saat rukuk tadi, yaitu usai mengucapkan Subhana Rabbiyal ‘Adzimi, aku bermaksud segera mengangkat kepalaku. Tetapi tiba-tiba pada saat yang sama, Jibril datang. Ia menggelar sayapnya di punggungku sehingga membuat aku terus saja rukuk. Jibril membuat demikian lama sekali, selama yang kalian rasakan. Baru setelah Jibril mengangkat sayapnya, aku dapat berdiri mengangkat kepalaku,”
“Mengapa bisa terjadi begitu, Ya Rasulullah SAW?” seorang diantara sahabat terus bertanya.
“Aku tak sempat menanyakan hal itu.”
Ternyata, Jibril kembali menemui Nabi SAW. Ia memberikan penjelasan mengenai sebab rukuk menjadi panjang saat shalat subuh itu.
“Wahai Muhammad, tadi itu, Ali sedang tergesa-gesa untuk bisa mengejar shalat berjamaah. Tapi, di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang lelaki tua Nasrani yang membuat jalannya menjadi terlambat sampai ke sini. Ali tidak tahu kalau orang itu adalah Nasrani, dan ia biarkan orang tua itu untuk tetap berjalan di depannya. Ali tidak mau mendahuluinya. Allah kemudian menyuruhku supaya engkau tetap rukuk, sehingga memungkinkan Ali untuk menyusul shalat subuh berjamaah. Perintah Allah seperti itu kepadaku bukan hal yang mengherankan bagiku, yang mengherankan adalah perintah Allah kepada Mikail agar ia menahan perputaran matahari dengan sayapnya. Ini tentunya karena perbuatan Ali tadi,” demikian penjelasan Jibril.
Setelah memperoleh keterangan dari malaikat Jibril, Nabi SAW pun kemudian bersabda, “Inilah derajat orang yang memuliakan orang tua (lansia), meskipun lansia itu adalah Nasrani.”
Dalam kisah lain, diceritakan pada suatu hari, Hasan al-Basri pergi mengungjungi Habib Ajmi, seorang sufi besar lain. Pada waktu shalatnya, Hasan mendengar Ajmi banyak melafalkan bacaan shalatnya dengan keliru. Oleh karena itu, Hasan memutuskan untuk tidak shalat berjamaah dengannya. Ia menganggap kurang pantaslah bagi dirinya untuk shalat bersama orang yang tak bisa mengucapkan bacaan shalat dengan benar.
Di malam harinya, Hasan al-Basri bermimpi. Ia mendengar Tuhan berbicara kepadanya, “Hasan, jika saja kau berdiri di belakang Habib Ajmi dan menunaikan shalatmu, kau akan memperoleh keridaan-Ku, dan lebih besar daripada seluruh shalat dalam hidupmu. Kau mencoba mencari kesalahan dalam bacaan shalatnya, tetapi kau tidak melihat kemurnian dan kesucian hatinya. Ketahuilah, Aku lebih menyukai hati yang tulus daripada pengucapan tajwid yang sempurna.” [bq]
Sumber: Mata Air Edisi 28 tahun 2009 halaman 12.

No comments:

Post a Comment