Bintu Syathi'; Wanita Ahli Tafsir dari Sungai Nil - Santrijagad

Bintu Syathi'; Wanita Ahli Tafsir dari Sungai Nil

Bagikan Artikel Ini
Oleh: Ulin Nuha Asnawi

Bagi pengkaji metode penafsiran Al-Qur’an, mahasiswa-wahasiswa TH (Tafsir Hadits), santri atau pelajar tentu akrab dengan sosok perempuan yang ‘alim ‘alamah ini. Namanya harum mewangi disematkan diantara para Ulama Penafsir Al-Qu’an, selainnya. Konon karya-karya sering dijadikan objek penelitian, sekedar mencari gelar sarjana, atau dijadikan refrensi, pembahasan.

Beliau dinikahi oleh guru-nya sendiri, Amin Al-Khully. Atas usulan dan tantangan guru sekaligus suami-nya inilah, beliau mengarang kitab tafsir Al-Qur’an mulia, yang diberi nama “At-Tafsir Al-Bayan Li Al-Qur’ani Al-Karim”. Bukan itu saja, karyanya dalam kajian Al-Qu’an selainnya, ada kitab; Kitabuna Akbar, Maqal Fi Al-Insan, Al-Qur’an Wa At-Tafsir Al-Asri, Al-‘Ijaz Al-Bayan Li Al-Qur’an, dan Asy-Syakhsiyah Al-Islamiyah.

Bukan cuma sederetan nama-nama kitab, yang bagi sebagian orang saja, sulit untuk membaca judul kitab. Selain dalam fan Al-Qur’an, beliau banyak menulis tentang kitab-kitab sastra arab, sekaligus mengkajinya.

Idzâ zulzilatil ardlu zilzâlahâ
“Ketika bumi digoncangkan, dengan guncangan yang dahsyat” (QS: 99 : 1)

Lihat, kata zulzila (diguncangkan); adalah bentuk pasif (; majhul/dengan tanpa menyebutkan pelaku).
Dan ayat-ayat lain yang menerangkan kejadian di hari kiyamat, disana disebutkan banyak ayat dengan bentuk lafadz majhul/ tanpa menyebut pelaku pekerjaan, atau kalimat yang musnad pada selain fa’il (pelaku pekerjaan)-nya. di sini kebanyakan mufasir dan Ahli Balaghah disibukkan dengan menerangkan fa’il; terjebak dalam pemahaman dzahiriyah lafadz, dari hadits-hadits yang menerangkan kejadian hari kiyamat.

Selain itu disini menunjukan ketundukan ketika peristiwa terjadi, dan penyifatan metonimik memberikan peristiwa semacam kepastian, bahwa tidak ada kebutuhan mencacat seorang pelaku, tindakan dan yang terkena tindakan, sebab semuanya telah digambarkan secara tegas dalam peristiwa itu sekaligus. Artinya; kejadian dihari kiyamat, semua umat manusia disibukkan dengan urusannya masing-masing, kedahsyatan yang terjadi, bahkan sangat dahsyat dikalahkan oleh perhatian khusus karena betapa beratnya memikul amal perbuatan setiap manusia masing-masing.

Metode penafsiran bil ma’tsur (ayat Al-Qur’an ditafsiri dengan ayat Al-Qur’an yang lain, atau dengan hadits). Dalam tafsir-nya, setidaknya beliau menggunakan prinsip penafsiran sbb:

1. Prinsip “sebagian ayat Al-Qur’an menafsiri sebagian yang lain”. Bertumpu pada prinsip ini, ia tekun melacak makna suatu ayat dalam ayat-ayat lain.

2. Prinsip munasabah. Artinya, mengaitkan kata atau ayat dengan kata atau ayat-ayat yang didekatnya bahkan sangat mungkin dengan kata atau ayat yang jauh dari kata atau ayat yang sedang ditafsirkan.

3. Prinsip al-‘ibratu bi ‘umûm Al-Lafz lâ bi khusûs as-sabab. Artinya, pertimbanghan dalam menentukan suatu masalah berdasarkan pada redaksi dalil (Al-Qur’an dan hadits) yang berlaku umum, bukan berdasar atas sebab khusus lahirnya dalil tersebut.

4. Prinsip bahwa setiap kata dalam bahasa Arab Al-Qur’an tidak mengandung sinonimitas (mutarâdif). Satu kata hanya mempunyai satu makna. Seandainya ada orang yang mencoba menggantikan suatu kata dari Al-Qur’an dengan kata lain, maka Al-Qur’an bisa kehilangan efektifitas, ketepatan, esensi dan keindahannya. Tidak ada satu katapun dalam Al-Qur’an yang bisa ditukar dengan kata lain.

Demikian di antara kehebatan seorang Mufassirât perempuan; A’isyah Bintu Syathi’, dalam menafsiri, ayat demi ayat, Al-Qur’an. Jika berkenan silahkan dibaca sendiri Tafsir Al-Bayan Li Al-Qur’ani Al-Karim karya beliau, dalam dua Jilid dan hanya menjelaskan surah-surah pendek saja.

Nama asli beliau adalah; A’isyah Abdurrahman. Bintu Asy-Syati’ sendiri merupakan nama pena. Ia dilahirkan disebelah barat Sungai Nil pada tanggal 6 november 1913 M/ 6 Dzulhijjah 1331 H dan wafat pada bulan Desember 1998 M. Nama itu disandangkan kepadanya karena ia dilahirkan di tepian sungai Nil. Jadi, nama itu berarti anak perempuan tepian (sungai).

Ia tumbuh kembang di tengah keluarga muslim yang shaleh dan taat mengamalkan ajaran Agama. Pendidikan dasar dan menengahnya ditempuh di kota kelahirannya. Adapun pendidikan tingginya diselesaikan di Universitass Fuad I, Kairo Mesir. [Zq]

*Sumber: Ulin Nuha Asnawi

No comments:

Post a Comment