Oleh: H.M.H Alhamid Alhusaini
Riwayat-riwayat tersebut hanyalah sekelumit gambaran tentang kehidupan suatu keluarga suci dalam masyarakat Islam, yaitu keluarga Nabi Muhammad saw. Dari sini dapat dilihat adanya saling bantu dan kegotong-royongan antara suami isteri dan anggota keluarga yang lain. Selain itu diperoleh juga gambaran yang jelas tentang hebatnya kesederhanaan hidup para pemimpin Islam dan orang-orang yang terkemuka seperti mereka itu. Rasulullah saw membantu puterinya menggiling tepung, Imam Ali menyertai isterinya dalam mengurus kepentingan rumah tangga. Bilal memberikan bantuan tenaga kepada Siti Fatimah.
Semuanya itu memberikan contoh tentang kehidupan sebuah masyarakat yang dibangun oleh Islam berdasarkan prinsip ajaran akhlak. Itupun merupakan kaidah-kaidah agama yang diletakkan oleh Islam dalam mengatur kehidupan rumah tangga. Jadi dapat dilihat betapa besar perhatian yang diberikan oleh ajaran islam kepada kedudukan wanita dalam hubungannya dengan seorang suami dan anggota keluarga yang lain.
Rasulullah, Imam Ali dan Siti Fatimah, ketiganya menjadi contoh bagi seorang ayah, seorang suami dan seorang isteri, di dalam Islam. Dalam bentuk hubungan kekeluargaan seperti itulah seharusnya dibangun kehidupan keluarga Muslim. Hubungan antara anggota keluarga harus demikian erat dan serasinya. Rasulullah, Imam Ali dan Siti Fatimah sangat patut dijadikan suri tauladan khususnya dalam hal hidup sederhana.
Padahal jika mereka mau, lebih-lebih jika Rasulullah saw sendiri menghendaki, dapat saja Beliau mengambil hamba sahaya atau pembantu untuk melayani Siti Fatimah sekeluarga. Jika Rasulullah saw berkenan, dapat saja Beliau membekali puterinya dengan harta kekayaan dan penghidupan yang serba mewah. Tetapi sebagai seorang pemimpin yang harus menjadi tauladan, sebagai seorang yang menyerukan prinsip-prinsip keadilan dan persamaan dan sebagai orang yang menolak kemewahan hidup duniawi, Rasulullah hanya menghendaki supaya ajaran-ajarannya terpadu dengan akhlak dan cara hidupnya.
Rasulullah saw menghendaki agar setiap orang yang bekerja untuk perbaikan masyarakat, setiap pendidik, setiap penguasa, setiap pemimpin agar terlebih dahulu memperbaiki, mengajar dan memimpin diri sendiri, keluarga sendiri, sebelum menagajak orang lain dengan ucapan dan peringatan. Sebab tingkah laku dan akhlak mudah dilihat dengan nyata. Itu lebih besar pengaruh dan peranannya dan lebih berhasil daripada sekedar hanya berseru dan mengajak orang lain. [Akhmad Syofwandi]
No comments:
Post a Comment