Oleh : H.M.H Alhamid alhusaini
Lanjutan dari kisah sebelumnya: Bagian 3: Menempuh Hidup Baru
Dimulai oleh Abu bakar Ash-Shidiq, kemudian Umar Ibnul Khattab, menyusul lainnya lagi dari kalangan Quraisy yang terkemuka. Semua mengajukan lamaran untuk memperistri Siti Fatimah. Akan tetapi Rasulullah saw tidak mengabulkan keinginan mereka. Beliau saw hanya menjawab: “ Belum tiba suratan takdirnya”.
Lanjutan dari kisah sebelumnya: Bagian 3: Menempuh Hidup Baru
Dimulai oleh Abu bakar Ash-Shidiq, kemudian Umar Ibnul Khattab, menyusul lainnya lagi dari kalangan Quraisy yang terkemuka. Semua mengajukan lamaran untuk memperistri Siti Fatimah. Akan tetapi Rasulullah saw tidak mengabulkan keinginan mereka. Beliau saw hanya menjawab: “ Belum tiba suratan takdirnya”.
Pada suatu hari, seperti biasa
ketika para sahabat sedang berkumpul di masjid. Rasulullah saw, termasuk Abu
Bakar, Umar dan Sa’ad bin Ma’ad, sampailah juga pembicaraan mereka kepada Siti
Fatimah. Mereka memuji kecantikan dan keagungannya, tetapi mereka juga
memepertanyakan mengapa ia belum menikah. Abu bakar mengatakan: “ Ia telah
dipinang oleh orang-orang muli dan terhormat, tetapi di tolak oleh Rasulallah
saw dengan ucapan – Urusan Fatimah berada di tangan Allah yang Maha Agung”.
Beberapa
waktu kemudian Rasulullah saw memanggil sahabatnya, Abu Bakar dan mengatakan
kepadanya: “ Abu Bakar, tidak dapatkah engkau mengemukakan persoalan Fatimah
kepada Ali ? menurut perasaanku, Ali tidak menyebut-nyebut Fatimah hanya karena
ia sadar bahwa ia tidak mempunyai apa-apa”.
Tanpa menyahut lagi Abu bakar segera
pergi menemui Ali bib Abi Thalib. Kepadanya Abu Bakar berkata: “ Hai Ali, semua
keutamaan dan kebajikan ada pada dirimu. Sedangkan kedudukan dan hubunganmu
dengan Rasulullah saw dekat sekali. Seperti kau tahu, banyak orang terhormat
berdatangan untuk meminang Fatimah Az-zahra, tetap tidak seorangpun yang
lamarannya di terima oleh ayahandanya. Beliau hanya menjawab: ”Urusan Fatimah
terserah kepada Allah swt”. Dan engkau, apa yang menjadi penghalang bagimu
sehingga engkau tidak meminangnya ? Aku berharap semoga Allah dan Rasul-Nya
menahan Fatimah untukmu”.
Mendengar saran dari AbuBakar
seperti itu Imam Ali tidak segera memberikan tanggapan, hanya air matanya
berlinang. Baru beberapa saat kemudian dengan suara parau ia berkata: “ Hai Abu
Bakar, sesungguhnya engkau telah mengingatkan sesuatu yang sudah lama aku
lupakan. Demi Allah, minatku memang sangat besar terhadap Fatimah dan tidak ada
yang menjadi penghalang bagiku untuk meminangnya, terkecuali kemiskinan dan
kepapaanku…”
“ Ali, jangan engkau berkata seperti itu,” jawab Abu Bakar,
“Sesungguhnya bagi Allah dan Rasul-Nya semua yang ada di dunia ini laksana debu
yang berhamburan”.
Setelah mempertimbangkan saran dan nasihat Abu Bakar, akhirnya Imam
Ali memberikan diri dan bertekad hendak menghadap Rasulullah saw. Ia segera
pulang, mandi, mengambil Air Wudhu, berpakaian rapi, lalu sholat dua roka’at.
Setelah mengenakan terompah, ia berangkat untuk menemui Rasulullah saw yang
ketika itu sedang berada di tempat kediaman Ummu Salamah, isteri Beliau.
Salam Imam Ali di jawab oleh
Rasulullah saw, Imam Ali lalu duduk di hadapan Beliau saw. Rasulullah saw yang
membuka pembicaraan dengan bertanya: “ Apakah engkau datang untuk sesuatu
keperluan? Katakanlah apa yang terkandung dalam hatimu. Segala kebutuhanmu akan
kupenuhi, Insya Allah”.
“Ya Rasulullah,” sahut Ali dengan suara tertahan dan sedikit
gemetar,”….. anda mengetahui benar, bahwa andalah yang mengambil aku dari paman
anda, Abu Thalib, ketika aku masih kecil dan belum tahu apa-apa. Andalah, ya
Rasulullah, yang memelihara, mengasuh dan mendidik aku. Kasih sayang anda
terhadap diriku, aku rasakan melebihi kasih sayang ayah bundaku sendiri. Dengan
perantaraan anda, Allah yang Maha Besar telah melimpahkan Hidayah-Nya kepada
aku dan menyelamatkan diriku dari menyembah berhala. Andalah, ya Rasulullah,
yang menjadi peganganku di dunia dan akhirat”.
Kata-kata saudara sepupu itu didengarkan dengan penuh perhatian
oleh Rasulullah saw. Dengan suara semakin lirih tetpai lancer, Imam Ali
meneruskan: “ Di samping itu aku ingin tetap diberi kekuatan untuk dapat terus
berjuang bersama-Mu, aku juga ingin berumah tangga. Hidup bersama seorang istri
yang akan memberikan ketenangan kepadaku. Itulah sebabnya aku datang menghadap
anda, ya Rasulullah…., untuk meminang putri anda, Fatimah Azzahra. Apakah
kiranya anda berkenan menikahkan aku dengannya?”
Ummu Salamah yang menyaksikan peristiwa tersebut, di kemudian hari
pernah menceritakan sebagai berikut:
“Aku melihat wajah Rasulullah saw berseri-seri gembira dan
tersenyum. Beliau masuk menemui puterinya, lalu berkata: “ Fatimah, engkau
telah mengenal Ali bin Abi Thalib dan telah pula mengetahui hubungan
kekerabatannya dengan kami. Engkau juga sudah mengenal keutamaannya dalam
Islam. Aku mohon kepada Allah, Tuhanku, mudah-mudahanakan menjodohkan dirimu
dengan hamba-Nya yang terbaik dan paling dicinta. Ia telah menyebut-nyebut
tentang sesuatu mengenai dirimu, lalu bagaimana pendapatmu sendiri ?”
Fatimah diam. Rasulullah saw kemudian keluar sambil berkata pada
dirinya sendiri: “…Diamnya, menunjukan persetujuannya..” setelah itu beliau
bertanya kepada Imam Ali: “ Hai Ali, apakah engkau mempunyai sesuatu bekal
untuk maskawin pernikahanmu?”
Ungkap Ummu Salamah lebih jauh: “ Menanggapi jawaban Imam Ali,
Rasulullah saw menyahut:” Tentang pedangmu, engkau tetap membutuhkannya untuk
berjuang di jalan Allah dan dengan pedang itu engkau berperang melawan
musuh-musuh Allah. Mengenai untamupun engkau tetap membutuhkannya untuk
mengangkut Air dan Menyiram pohon-pohon kurma tanamanmu. Selain itu juga untuk
angkutan perjalanan jauh. Oleh karena itu, biarlah baju besi itu saja….”
Imam Ali kemudian segera pergi menjual baju besi miliknya kepada
Utsman bin Affan dengan harga 480 dirham. Semua uangnya di serahkan kepada
Rasulullah saw..”’ demikian ungkap Ummu salamah.
Rasulallah saw kemudian memanggil bilal bin Rabbah untuk di suruh
belanja beberapa jenis wewangian. Sisanya diserahkan kepada Ummu Salamah r.a
untuk biaya persiapan pengantin.
Atas permintaan Nabi saw, Anas bin Malik mengumpulkan sejumlah
sahabat guna memberitahukan tentang rencana pernikahaan Siti Fatimah AzZahra
dengan Ali bin Abi Thalib. Di antara para sahabat yang hadir pada waktu itu
adalah Abu Bakar ash Shidiq, Umar Ibnul Khattab, Utsman Bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Al awwam dan beberapa pemuka Anshor. Kepada mereka
Rasulullah saw berkata: “ Segala puji bagi Allah yang Maha Kuasa, Maha Terpuji,
Tuhan yang melimpahkan nikmat kepada hamba-Nya. Tuhan Yang disembah dengan
khidmat, ditaati semua perintah-Nya dan di takuti adzab siksa-Nya. Tuhan yang
semua Hukum-Nya berlaku di bumi dan Langit. Yang dengan kekuasaanya-Nya
menciptakan makhluk manusia dan dengan kemurahan-Nya mengangkat maratabat
manusia melalui agama-Nya, serta di muliakan dengan mengutus Nabi dan
Rasul-Nya. Sesunggunyalah, bahwa Allah swt menjadikan pernikahan sebagai tali
penerus keturunan dan merupakan perintah yang wajib di amalkan sebagai hokum
yang adil guna menjamin kemaslahatan umum. Pernikahaan mengokohkan hubungan
kekeluargaan dan menjadi keharusan bagi segenap manusia..”
Selanjutnya Beliau saw berkata: “… Allah memerintahkan supaya aku
menikahkan anakku, Fatimah, dengan Ali bin Abi Thalib atas dasar mas kawin 400
dirham yang di haruskan. Semoga Allah melimpahkan berkahn-Nya kepada kedua
mempelai dan memperbanyak keturunannya, sebagai nikmat kebahagian, sebagai
penyebar ilmu dan pembawa rahmat serta ketentraman bagi segenap muslimini.
Kuucapkan semuanya itu disertai permohonan ampun kepada Allah swt bagiku dan
bagi mereka berdua”.
Tentang jalannya peristiwa bersejarah itu, Ibnu mardawih
meriwayatkan, bahwa atas permintaan rasulullah saw, Ali bin abi Thalib kemudian
menyampaikan kata sambutan yang isinya sebagai berikut: “ Alhamdulillah, segala
puji bagi Allah yang mendekatkan kepada-Nya tiap manusia yang bersyukur dan
mendekati mereka yang mohon kepada-Nya. Yang menjanjikan surge bagi yang
berbakti kepada-Nya dan mengancam dengan siksa api neraka bagi mereka yang
durhaka. Kupanjatkan puji syukur atas segala pertolongan, rahmat dan karunia-Nya.
Sebagai hamba yang sadar aku yakin bahwa Tuhanlah Maha Pencipta Yang
Mewujudkan, yang menghidupkan dan mematikan semua makhluk. Kepada Allah ‘Azza
Wa jalla, aku mohon pertolongan dan
kepada-Nya pula aku beriman”.
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah melainkan allah yang
Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan
utusan-Nya. Rasulullah menikahkan aku dengan putrid Beliau, Fatimah, atas dasar
maskawin 400 dirham. Aku minta agar kalian menjadi saksi atas pernikahan ini”.
Sementara mengenai hal ini Anas bin Malik lebih jauh mengungkapkan
bahwa Rasulullah saw kemudian mendoakan kedua mempelai: “Semoga Allah
merukunkan kalian berdua, melimpahkan kebahagiaan dan memberkahi kalian dan
semoga pula akan memberikan keturunan yang baik dan banyak kepada kalian”. Pada
akhir riwayatnya Anas bin Malik mengatakan kesaksiannya: “ Demi Allah, ternyata
Allah benar-benar menganugerahkan keturunan yang baik dan banyak kepada kedua
orang suami isteri itu”.
Pernikahan itu terjadi di madinah ketika Siti Fatimah AzZahra
mencapai usia 18 Tahun, sedangkan Ali bin Abi Thalib 23 tahun. Modal mereka
dalam hidup berumah tangga adalah antara lain berupa sebuah balai-balai, dua
buah kasur yang terbuat dari kain kasar mesir ( yang satu berisi ijuk kurma
sedangkan yang lainnya berisi bulu kambing), empat buah bantal kulit buatan
Thaif yang berisi idzkir, kain tabir tipis, selembar tikar buatan Hijr,
masing-masing sebuah gilingan tepung, ember tembaga, kantong kulit untuk tempat
air minum, mangkuk susu dan mangkuk air, wadah air untuk mensucikan diri, kendi
warna hijau, kuali tembikar, beberapa lembar kulit kambing, sehelai ‘ahabah
(sejenis jubah) dan sebuah kulit menyimpan Air.
Sangat sederhana untuk ukuran puteri seorang Rasulullah saw dan pemimpin
ummat yang sedang tumbuh dengan jaya-jayanya. [Akhmad Syofwandi]
Baca kisah selanjutnya di Bagian 5: Upacara Yang Mengesankan
Baca kisah selanjutnya di Bagian 5: Upacara Yang Mengesankan
No comments:
Post a Comment