Cinta Menyelamatkan Kita (Reportase Khaul Malang) - Santrijagad

Cinta Menyelamatkan Kita (Reportase Khaul Malang)

Share This
Cintaku anak dari senyap
Sunyi perjalanan jauh
doa-doa di pojokan gerbong
Membaur deru laju kereta
Sebagai pelipur tabah
Dalam tangan menggigil
Kusut jemari ini menulis namamu
Pada embun di kaca

(Budi Mulyawan, Malang, April 2014)

"Pesantren Darul Hadits Al Faqihiyyah Malang"

Kita sebenarnya kurang beruntung. Hidup di akhir jaman dimana manusia yang kata banyak ulama besar “hati manusianya sudah banyak mati rasa”. Juga di akhir zaman ilmu agama semakin mati bersama institusinya sehingga pemahaman manusia semakin sempit. Fiqih mati, ilmu akidah telah tiada, apalagi ilmu perangkat untuk menggapai ilmu-ilmu ini. Manusia-manusia makin bergelimang dalam pencarian-pencarian hedonistik material dan kesementaraan bukan hedonistik (pencarian kebahagiaan) yang jangka panjang.

"Qasidah Tentang Imamain"

Riba menggurita di mana-mana, makanan sudah buram dan abu-abu, kejahatan dari segala tingkat merajalela. Islam pecah bahkan banyak yang substansinya sudah menjadi bukan islam dan saling menyerang satu sama lain meskipun dari satu sumber yang sama. Hingga saat ini radikalisme-kekerasan atas nama agama bertebaran dan mencoreng Islam nan mulia ini. Kasih sayang dan rahmatan lil alamin menjadi barang langka yang makin sulit dicari sehingga islam dan segala solusinya tidak diminati lagi. Ulama lisan, yang pandai pidato, pintar berkata-kata semakin berjuta namun ulama akhirat semakin habis dan tersudut. Pantaskah kita berputus asa? Tidak. Masih ada secercah harapan bernama cinta.

"Pengasuh Darul Hadits Al Faqihiyyah Malang: 3, 1, 2"

Namun Allah maha Rahman dan Rohiim. Ditinggalkan olehNya pada akhir jaman ini ulama-ulama yang memiliki kasih sayang yang besar terhadap ummat. Kedua ulama besar yang pernah hidup di Indonesia ini adalah Al Imam (pemimpin) Al Habr (ilmu lautan) Al Qutb (pemimpin wali) Al Habib (kekasih) Abdul Qadir bin Ahmad Bil Faqih (Faqih = yang pandai dalam agama, fiqih) beserta puteranya Al Ustadzul Imam (guru besar  dan pemimpin) Al hafid (yang hafal banyak sekali hadits) Al Musnid (Hafal Sanad Hadits) Al Qutb Prof. Dr. Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bil Faqih. Begitu para orang alim menggelari beliau dengan gelar yang panjang dan mulia karena ketinggian derajat dan maqom dalam ilmu dan jasa-jasanya terhadap agama islam. Beliaulah guru dari para ulama-ulama besar di Indonesia. Beliau-beliaulah yang dikatakan mendapatkan qobul doa dari Hifdzil Mursalin, hafalannya para nabi-nabi sehingga hafal ribuan hadits matan dan sanadnya.

"Ustadzul Imam Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bil Faqih bersama Sayyid Alwy Al Malikiy Mekkah"

Berbondong-bondong orang-orang pada akhir tanggal di bulan Jumadil Akhir menuju Malang, mencari harapan dan kegembiraan baru. Orang-orang berdatangan dari segala penjuru, rela menempuh ratusan bahkan ribuan kilometer. Dari Sumatera, Jakarta, Kalimantan, seluruh sudut Indonesia juga dari luar negeri. Kadang-kadang saya mendapati orang Madura banyak sekali di bundaran depan masjid Agung dan rela menginap di lapangan, atau bahkan ada yang tertidur di terpal-terpal guna menyambut hari besar dan peringatan haul ini setiap tahunnya. Baik alumni, majelis taklim, maupun simpatisan Darul Hadits Al Faqihiyyah Malang yang didirikan pada 12 Robbiul awwal 1364 H atau pada 12 Februari 1945. Benar-benar tahun yang sulit karena Indonesia sedang goncang untuk proses-proses kemerdekaan.

"Para Pengunjung yang Menginap di Karpet Sebelum Acara"

Al ulama warosatul Anbiyaa. Mengikuti ulama yang benar-benar sholih adalah bagaimana mengikuti pewaris-pewaris ilmu nabi. Itu sebabnya ada haul, peringatan 1 tahun dari kematian ulama, kyai, ustad, atau bahkan orang tua kita. ada peringatan bukan hanya ingatan. Yaitu memperingati kita bahwa mereka yang kita peringati pernah berjasa. Pernah ada perjuangan mereka yang mesti kita teladani. KH Mustofa Bisri (Gus Mus) pernah menjelaskan bahwa kita bisa naik motor karena melihat teladan, meskipun ada Manual. Al Qur’an, Hadits sudah turun namun siapa teladan kita? Adalah ulama-ulama sholeh yang Alim. Definisi orang alim menurut beliau Ustadzul Imam adalah al alim khoufullah. Orang alim adalah orang yang takut pada Allah. Beliau juga pernah mengatakan: “tiada guna segala ilmu yang kita pelajari, sealim apapun tetapi bukan untuk menuju Allah, menuju ridho Illahi”

Kita kehilangan teladan yang kita cintai dan dimana harus mencarinya? Habib Abdurrahman bin Habib Abdullah Bil Faqih, salah seorang puteranya bertanya kepada hadirin: “Kemana kita mesti mencari lagi orang alim seperti ini? Kekasih Tuhan? Kalau mencari yang pintar lisannya banyak? Tapi mencari yang seperti Imamain itu, ulama yang Rabbani satu juta orang belum karuan kita menemukannya”  Satu keterangan penting pula dalam rangkaian haul ini: “hadirnya kita ke tempat-tempat yang baik, mengingat Tuhan, Dzikrillah adalah karena shoutul iman, yaitu karena suara iman dalam nurani. Suatu panggilan jiwa yang kemudian Allah memberikan kita kesempatan untuk diperjalankan olehnya. Digerakkan untuk berada pada suatu tempat yang mengingatkan Allah, mengingatkan Rasul dan mengingat ulama-ulama pewaris rasul. Tiada yang menggerakkan kita kesini kecuali Allah, sang maha cinta.

"Habib Abdurrahman Bin Ustadzul Imam Habib Abdullah Bil Faqih"

Cintalah yang membuat Rasulullah terharu dan menceritakan pada sahabatnya bahwa beliau sangat rindu dan ingin bertemu dengan mereka, pada umatnya yang tidak sejaman dengan beliau akan tetapi mereka beriman pada Rasulullah meskipun tidak pernah melihat beliau. Bahkan di saat wafatnya memanggil-manggil nama kita, umat akhir zaman. Yaitu umat yang mencintai Rasul, mencintai akidah dan ajaran rasul, mencintai ahlul bait dan ulama-ulama penerus mata rantai Rasulullah. Tidak ada keselamatan global, total. Bahkan Rasulullah tidak bisa membuat iman dan islam kepada penduduk dunia di saat itu.

Tidak ada janji bahwa ketika ada Rasulullah maka seluruh dunia akan beriman. Begitulah penyelamatan manusia, tidak ada yang keseluruhan maka bagaimana dengan nasib-nasib Rasulullah setelah wafat? Islam pecah dan masing-masing sahabat, tabiin, ulama membawa umatnya lebih “sebagian-sebagian” dari golongannya. Melakukan penyelamatan pada umat. Masing-masing dari kita harus punya guru, punya mursyid sebagai lentera di kegelapan jaman. Penuntun menuju Allah dan Rasulullah.

Haul ini adalah pelipur lara bagi yang mencintai Imamain (dua imam besar) sebagaimana yang Ustadzul Imam katakan: "man ahabba auliya alah waamilatho'ah kaana fi jannah, siapa yang mencintai wali-wali Allah dan melaksanakan amal taat maka baginya surga” . Kita ada di hati Imamul Habr, kita ada di hati Ustadzul Imam, dan tentu saja kita disowankan, diperkenalkan pada Baginda Rasulullah SAW supaya kita dimasukan pada golongannya. Siapa yang berada di hati nabi dia dijamin akan selamat dan memperoleh syafaat.

"Makan Nasi Kebuli Di Dalam Darul Hadits Al Faqihiyyah"
Dari al-Waqidi, ia berkata, Rasulullah saw pada setiap setahun sekali berziarah kemakam para shuhada’ perang uhud, dan ketika beliau sampai di Sya’b, beliau berkata dengan keras “Salamun ‘alaikum bimaa shobartum fa ni’ma ‘uqbad dar. Abu Bakar ra. juga melakukan seperti itu setiap tahun, demikian juga Umar bin Khothob ra. dan Utsman bin Affan ra.

Mengenang Ustadzul Imam

pendidikan dan jalan sunyi bukan alasan Ustadzul Imam meninggalkan masyarakat, urusan sosial dan kemaslahatan bersama. Beliau Ustadzul Imam dahulu juga menjadi penasihat Menteri Kesejahteraan Rakyat, Mufti Lajnah Ifta Syafi'i dan pengajar kuliah tafsir dan hadits di IAIN dan IKIP Malang. Beliau telah mendapatkan gelar Doktor dan Profesor. Ustadzul Imam juga dikenal sebagai penulis artikel yang produktif. Media cetak yang sering memuat tulisan beliau antara lain: harian Merdeka, Surabaya Pos, Pelita, Bhirawa, Karya Dharma, Berita Buana, Berita Yudha. Beliau juga menulis di beberapa media luar negeri, seperti Al-Liwa’ul Islamy (Mesir), Al-Manhaj (Arab Saudi), At-Tadhammun (Mesir), Rabithathul Alam al-Islamy(Makkah), Al-Arabi (Makkah), Al-Madinatul Munawarah (Madinah).

"KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bersama Ustadzul Imam Habib Abdullah Bil Faqih"

Disaat orang mengejar kewalian karena karomah maka Beliau berkata: “Wali adalah seseorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya”.  Juga berkata: “Cobaan dan ujian apabila di terima dengan ikhlas dan husnudzon kepada Allah‎ Subhanahu Wa Ta’ala maka akan mendekatkan seseorang tersebut kepada derajat kewalian".

Saat ini dimana banyak orang-orang mengejar harta benda dan duniawi kita mengingat beliau yang pernah berkata: "Yang di perlukan manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia adalah ketenangan batin”.

Ketika islam pecah dan beberapa mencaci maki sahabat Rasul karena kurang pahamnya mereka terhadap sejarah beliau berkata: “Bagaimana sebagian kalian telah mencaci maki para sahabat Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wa ‘Alaa Alihi Wa Sallam sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah rela dan ridlo kepada mereka” . Dan ketika orang-orang mulai mencaci maki maulid ingatlah beliau pernah berkata: "Tidak ada orang yang menghidupkan maulid Nabi Muhammad SAW kecuali beliau mendapatkan balasan Akhirul Khitam husnul khatimah di akhir umurnya dia akan dituntun oleh Nabi Muhammad, untuk melantunkan danmengumandangkan kalimat laa ilaaha illallaah"

Pada saat rasionalitas islam mulai dipertanyakan dalam diskusi-diskusi dan generasi muda islam kehilangan semangat perjuangan dan solusi-solusi beliau berkata: “Islam merupakan agama yang sangat rasional dan sebagai agama perjuangan.”

Dan beliaupun menyemangati para pecinta Rasul agar tidak patah tujuan. Beliau berkata: “Seseorang yang menaruh rasa cinta kepada Baginda Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wa ‘Alaa Alihi Wa Sallam tidak akan pernah merugi di dunia dan akhirat.”

Juga salah satu kisah mengharukan dari Ustadzul Imam. Setiap sebelum menunaikan shalat tahajud, dengan kasih sayangnya beliau selalu mengontrol para santri yang sedang tidur. Jika menemukan selimut santrinya tersingkap. Beliau selalu membetulkannya tanpa sepengetahuan si santri sebab begitu dinginnya kota Malang ketika malam hari. Maka ini menjadi sebuah ibarat, para wali-wali Allah tidak mati. Beliau Ustadzul Imam dan Imamul Habr akan selalu mengingati kita yang mencintainya, mengontrol kita yang tidur dalam kebodohan dan kegelapan dosa.

Refleksi Pulang Di Kereta

Apakah kita hadir haul, ikut pengajian, menghadiri acara-acara religius karena kita takut neraka? Karena mengharapkan keselamatan-keselamatan, akses-akses syafaat? Bila itu yang terjadi apa bedanya kita memanfaatkan meeka? Apakah cinta kita sudah benar-benar tulus dan tanpa syarat? Atau cinta kita bukan cinta karena sudah terlalu banyak pamrih? Hanya kita yang tahu

Lalu jangan-jangan kita maulid hanya pada saat maulid, haul hanya pada saat haul. Di luar itu kita tidak maulid, tidak haul lagi. Di luar itu kita menjadi predator lagi, manusia tamak lagi, berkejaran kepentingan politik, dst. Sebuah proses sejatinya harus hasil sesuatu. Maulid, haul mesti menghasilkan sesuatu seperti: akhlak, birrul walidain, dst. Ratusan kilo kita menempuh jalan dari barat ke malang, ke haul Malang mesti dibarengi hasil yang nyata.Ustadzul Imam hanya Malang ke Surabaya Ampel sudah bisa mengkhatamkan Alqur'an. Kita? (Bm)



"Para Pejuang Khaul Dari Jakarta di Kereta Matarmaja, Kepulangan"