Standar Kewalian Seseorang - Santrijagad

Standar Kewalian Seseorang

Bagikan Artikel Ini
Oleh: Ust. Muhajir Madad Salim

Semakin ke belakang ini, dunia semakin membingungkan. Batas antara kebaikan dan keburukan begitu tipis, sangat sulit difahami hakikinya bagi sembarang orang. Seperti tentang kewaliyan misalnya. Waliyullah atau dengan makna sederhananya: kekasih Allah, di jaman ini sudah begitu mudah di ucapkan terhadap sesuatu yang sebenarnya masih jauh dari kapasitasnya yang sebenarnya. Mengerti Waliyullah itu lebih sulit dibanding mengerti akan Allah itu sendiri. Seorang awam akan secara Dharuriy mengetahui kewujudan Allah. Tetapi tidak sembarang orang dapat mendeteksi wujudnya seorang Waliyullah di sekitarnya .

Yang lebih mudah tentu mendeteksi kesalehan. Hal sedemikian masih dapat dengan mudah di jumpai di sembarang tempat. Saudara kita yang istiqamah shalat berjama’ah kita akan mudah yakin dia adalah seorang yang shalih. Tetangga kita yang berjiwa sosial tinggi akan mudah bagi kita untuk meyakininya sebagai seorang yang shalih. Ustadz atau Kyai kita yang menghabiskan waktunya untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama , kitapun mudah meyakini beliau sebagai seorang yang Shalih. Keshalihan yang sering kali menunjukkan ‘kekeramatan’ mereka, tetapi sebenarnya itu bukanlah keramat meskipun bagihan cabang dari ‘pernik-pernik’ karomah. Para ahli ilmu menyebutkannya sebagai Ma’unah.

Adapun soal Kewaliyan ‘Dzatul karomatil Khoriqotil A‘dah”.  Kewaliyan yang dikatakan mempunyai kemuliyaan karomahnya, itu soal yang tidak dapat disematkan ke sembarang orang. Kita dapat menukil sedikit tentang Kewaliyan sejati ini dari Halawattil Qirthos, sebuah perkataan dari seorang Waliy Agung Al Habib Abibakar bin Abdullah al Athas, menjelaskan tentang khaliyah Syaikh Abdulqadir Al Jilaniy. Beliau berkata : “ Syaikh Abdulqadir itu di ijinkan penuh oleh Allah untuk mengeluarkan  seluruh bentuk kekeramatan. Dan sesungguhnya Syaikh hidup di jaman yang masih banyak rejeki-rejeki yang  halal. Ahli jaman beliau pun beraqidah yang lurus dan bersih.nAndai saja dirinya masih ada di jaman kita ini dan menemui keadaan ahli jaman kita ini , niscaya dia akan mencintai kekhumulan/ketidakmasyhuran dan selalu berdo’a meminta khumul di dalam sujud-sujudnya.

Adapun kita ini, telah di dzalimi ahli-ahli jaman kita sendiri . Mereka begitu rakus terhadap dunia laksana rakusnya anjing. Mereka tidak lagi mau membedakan mana yang baik dan mana yang jelek . Apa saja mereka makan. Hewan-hewan menjijikkan, Kalajengking, kecoa mereka makan tanpa memandang akibatnya kemudian. Namun , Alhamdulillah , atas segala Hal . Apa yang orang-orang shalih terdahulu miliki , kami ini telah mewarisinya . Kamipun mendapatkan serta memiliki ilmu-ilmu mereka.

Orang-orang yang mengaku-aku itu banyak  sekali. Pengakuan tanpa hakekat. Sesungguhnya alamat kewaliyan itu adalah Mukholafatun Nafsi. Menjauhui dengan sebenar-benarnya keinginan rendah nafsu dan kesenengannya sembari perpaling penuh dari selain Allah. Secara Dhahir,  tidaklah seseorang menjadi Waliy dengan sebenar-benarnya sampai dia melihat apa yang tertuang di dalam kitab Risalatul Qusyairiyyah lalu menempatkan dirinya disana. Jika dia lihat dirinya mempunyai keadaan yang sama dengan para tokoh yang tersebut di dalam kitab itu maka sesungguhnya dia adalah Waliyullah.  Adapun jika tidak, maka sesungguhnya dia bukanlah Waliy melainkan seorang yang Sesat,  Rusak akalnya, Maghrur ; tertipu syetan dan seorang yang munafiq. Orang seperti dia ini sedikit sekali kebaikannya bahkan lebih membuat rusak keadaan manusia .

Setiap orang yang mengaku sebagai Waliy tetapi dirinya tidak memaksa dirinya menyapih nafsu dari keinginan dan kesenangannya, maka dia sama sekali bukanlah Waliy. Tetapi dia adalah sebenar-benarnya seorang munafiq. Betapa banyak orang-orang di jaman kita ini yang mengaku-aku keadaan yang mulia tetapi sesungguhnya dia sama sekali tidak memilikinya selain sekedar mengerti dalam kata-kata serta tulisan kitab belaka.

No comments:

Post a Comment