Kembaran Di ‘Sana’ - Santrijagad

Kembaran Di ‘Sana’

Bagikan Artikel Ini

Oleh: Isma’il Fajrie Alatas – University of Michigan

Mungkin karena keberadaan cermin, manusia dari zaman dahulu mempercayai keberadaan kembaran atau Double. Legenda keberadaan Double setiap mahluk tersebar di peradaban berbeda. Mungkin, menurut Boranges, kata-kata Pythagoras, "A friend is another self" terinspirasi dari legenda Double. Begitu juga kata-kata Plato: “Know thyself” juga terinspirasi dari kepercayaan bahwa manusia memiliki Double.


Di Scotlandia ada legenda Fetch, kembaran manusia yang dipercaya menjemput seseorang ke alam baka. Ada juga legenda Wraith, imaji diri sendiri yang sama persis dengan diri, yang biasanya ditemui sebelum seseorang mati.

Menemui diri sendiri, dipercaya di banyak kultur sebagai tanda-tanda keburukan yang akan terjadi. Dalam balada tragis berjudul Ticonderoga, Robert Louis Stevenson membahas legenda Double. Juga ada lukisan 'How they met themselves' karya Rossetti. Lukisan Rossetti menggambarkan sepasang kekasih yang menemukan kembarannya di hutan malam hari.

Banyak juga sastrawan yang berbicara tentang Double, termasuk Hawthorne, Dostoyevsky, Alfred de Musset, James, Kleist, Chesterton, dan Hearn.

Orang Mesir kuno percaya bahwa Double, atau yang mereka sebut Ka, adalah kembaran sejenis manusia, hingga ke pakaian yang dipakai. Bukan hanya manusia, dewa, binatang, batu, pohon, kursi, pisau, juga memiliki Ka-nya masing-masing. Namun Ka tidak terlihat kecuali melalui mata para pendeta yang dapat melihat Ka-nya para dewa. Kemampuan melihat Ka, memberikan para pendeta mesir kuno kemampuan untuk mendapatkan ilmu tentang masa lalu dan masa depan.

Orang Yahudi percaya bahwa Double tidak menandakan keburukan yang akan terjadi. Bahkan orang Yahudi percaya bahwa seseorang yang dapat memandang Double -nya sebagai tanda telah sampai pada maqam yang tinggi. Dalam Talmud diceritakan kisah tentang seseorang yang dalam pencariannya atas Tuhan, justru bertemu dengan Double -nya sendiri.

Edgar Allen Poe, dalam cerpennya 'William Wilson' memposisikan Double sebagai kesadaran diri sang protagonis. Saat sang protagonis membunuh Double dirinya yang ia saksikan, ia pun ikut mati.

Oscar Wilde, dalam novel The Picture of Dorian Gray juga menceritakan kisah seorang yang memiliki lukisan dirinya yang ajaib. Anehnya, orang tersebut tidak pernah menua, sedang gambarnya di dalam lukisan justru menua. Saat Dorian Gray menusuk lukisan dirinya, diapun juga ikut mati.

W.B. Yeats juga menulis syair berjudul The Double. Kembaran kita adalah bagian dari diri kita yang berbeda, beroposisi. Bagi Yeats, The Double melengkapi diri sendiri, dan menjadi seseorang yang kita inginkan tanpa pernah dapat kita realisasi.

Sepertinya awal mula konsep kesadaran diri justru terletak pada legenda Double ini. Kembaran diri yang sebelumnya dipercaya berada di luar diri, lambat laun menjadi bagian dari diri, kesadaran atas diri sendiri. Apa yang terjadi adalah proses internalisasi. Manusia dahulu berkaca pada dirinya di luar, kemudian menemukan Double dalam dirinya.

Yang jelas kita melihat pergesaran konsep Double dari zaman kuno menjadi konsep kesadaran diri dalam pena para sastrawan moderen. Menarik juga untuk mengeksplorasi keterkaitan antara setiap hal dengan cetakannya di alam luhur, seperti dalam pandangan Islam.

Dalam Islam, apa yang ada di alam kita ini disebut atsar (bekas) dari sesuatu yang ada dalam kesadaran Ilahi.

Fasubhanalladhi biyadihi malakutu kulli sya'i wa ilayhi turja'un, seperti kita baca dalam firman-Nya. Malakut kulli shay' (malakut segala sesuatu) ini dipahami sebagai bentuk asli segala sesuatu yang kita saksikan di alam kita. Dan kepada malakut itu semuanya akan kembali. Para Sufi menyebutnya al-a'yan al-thabitah; Architipe Permanen.


Oleh karenanya, kendati wujud selalu dihancurkan dan diciptakan kembali oleh Tuhan, kita tetap saja diciptakan dalam wujud yang mirip. Kita tidak kemudian berubah jadi zebra atau gajah, kendati kita selalu dihancurkan dan diciptakan kembali. Hal ini karena kita memiliki Double yang permanen di a'yan al-thabitah, sehingga tercipta kesadaran kontinuitas.

Kendati kontinuitas hakiki tidak ada, kita tetap merasa ada kontinuitas. Ini bagian dari kasih sayang Tuhan kepada manusia. []

*Sumber: chirpstory

No comments:

Post a Comment