Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab
Al-Quran oleh sementara orang
dinilai sangat kacau dalam sistematikanya. “Betapa tidak,” kata mereka,”belum
lagi selesai satu uraian, tiba-tiba ia melompat ke uraian yang lain yang tidak
berhubungan sedikitpun dengan uraian yang baru saja dikemukakan. Lihatlah,
misalnya surah al-Baqarah. Keharaman makanan tertentu seperti babi, ancaman
terhadap yang enggan menyebarluaskan pengetahuan, anjuran bersedekah, kewajiban
menegakkan hukum, wasiat sebelum mati, kewajiban puasa dan hubungan suami-istri
dikemukakan al-Quran secara berturut dalam belasan ayat surah al-Baqarah.” Kritik
juga ditujukan bahwa tidak sedikit uraian yang berulang, bahkan tak jarang
terjadi kontradiksi dalam uraian-uraiannya. Kritik semacam ini sudah lama
terdengar dan tanggapan terhadapnya sudah pula dikemukakan oleh al-Khaththabi
(319-388 H) dalam bukunya BayanI’jaz
al-Qur’an.
Ayat-ayat al-Quran turun sedikit
demi sedikit selama dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh hari. Terkadang
yang turun belasan ayat, terkadang hanya beberapa ayat, bahkan pernah hanya
satu ayat. Berapapun ayat yang turun selalu Rasulallah menyampaikan kepada
penulis-penulis wahyu berdasarkan petunjuk Allah yang disampaikan oleh malaikat
Jibril bahwa ayat yang baru saja diterimanya merupakan lanjutan dari ayat A
yang sebelumnya telah turun, atau ayat tersebut merupakan awal dari suatu surah
dan lanjutannya belum lagi turun.
Sumber Foto al-Quran: Google
Dari sini, terlihat bahwa penyusunan ayat-ayat al-Quran sebagaimana terlihat sekarang tidak didasarkan pada masa atau tahapan turunnya, tetapi disusun oleh Allah berdasarkan “pertimbangan-Nya” atau lebih tepat dikatakan “berdasarkan keserasian hubungan ayat-ayat dari surahnya”.
Memang kita tidak memperoleh
penjelasan langsung dari Nabi Muhammad SAW tentang pertimbangan peletakan ayat
demi ayat. Namun, diyakini bahwa pasti ada hikmah dibalik itu. Persis seperti
petugas protokol dalam dalam upacara resmi yang menempatkan para tamu di
tempat-tempat tertentu bukan berdasarkan waktu kehadiran mereka di arena
upacara, melainkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Para ulama al-Qur’an berusaha memahami
apa gerangan rahasia di balik sistematika perurutan setiap ayat al-Quran. Bahkan,
mereka juga berusaha memahami rahasia susunan kata demi kata dalam al-Quran dan
banyak di antara mereka yang memberikan penjelasan secara cukup rasional. Pakar
al-Qur’an Ibrahim bin Umar al-Biqa’I (1406-1480 H) mengungkapkan hubungan
tersebut dalam karya monumentalnya Nadzm
al-Durur fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar yang terdiri dari dua puluh jilid. Dalam
bagian berikutnya, penulis akan mengutip sebagian penjelasan ulama tersebut. (bersambung) [bq]
Sumber: Prof. Dr. M. Quraish
Shihab. Vol 30 Tahun 2009. Kritik Terhadap Sistematika Al-Quran. Mata Air
No comments:
Post a Comment