M. Amien Rais: Kebusukan Terorisme (Bagian Pertama) - Santrijagad

M. Amien Rais: Kebusukan Terorisme (Bagian Pertama)

Share This


Oleh: M. Amien Rais

Masyarakat beradab pada zaman modern sekarang ini tidak ada yang membenarkan aksi apapun yang tergolong terorisme. Secara singkat bisa dikatakan bahwa terorisme merupakan sebuah bentuk kekerasan langsung atau tidak langsung, yang dikenakan pada sasaran yang tidak sewajarnya mendapat perlakuan kekerasan itu, dan dengan aksi tersebut dimaksudkan agar terjadi rasa takut yang luas ditengah-tengah masyarakat. Bila seseorang meledakkan sebuah bom di masjid, gereja, pasar, hotel, pertokoan, atau di kerumunan orang, maka teroris yang meledakkan bom itu mengharapkan segera terjadi suasana ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Semakin takut perasaan masyarakat, maka semakin berhasil gerakan terorisme.

Namun dalam kaitan ini perlu kiranya dikemukakan dua sebab berbeda yang telah melahirkan terorisme. Yang pertama, terorisme muncul karena ada sebuah kekerasan durjana dan durhaka yang ingin menundukkan masyarakat tidak berdosa agar menjadi lemah lunglai dan tidak mempunyai nyali kembali untuk mengangkat kepala serta melakukan perlawanan terhadap kekuatan durjana itu. Sebaliknya ada terorisme yang disebabkan oleh keputusasaan dan frustasi yang meluas di pihak si lemah, kemudian si lemah tidak bisa memberikan perlawanan kepada penindasan yang dideritanya kecuali dengan melakukan teror, agar si penindas atau si durhaka bisa mulai melepas cengkeramannya. Dengan kata lain, supaya si penindas yang kejam itu juga kemudian mengalami rasa takut untuk melanjutkan penindasan dan kedurjanaannya.


Secara demikian, tindakan Israel yang menghancurkan perkampungan Palestina dan membunuh orang-orang yang tidak berdosa, tentu termasuk terorisme kategori pertama. Sementara orang-orang Palestina yang melakukan pembalasan seadanya dengan melemparkan bom ke sebuah bus di Tel Aviv, tentu termasuk terorisme kategori kedua. Disitulah letak interpretasi atau pemaknaan terorisme yang bisa berlawanan. Para pejuang Palestina yang sedang merebut kemerdekaannya dituduh sebagai kaum teroris oleh negara zionis Israel. Sementara para penindas Israel yang telah melanggar HAM paling asasi, oleh pihak Israel dianggap sebagai penjaga keamanan ataupun ketentraman, sedang bagi pihak Palestina itu lebih jahat dari kaum teroris.

Yang jelas, terorisme kemudian berkembang menjadi luas, karena motivasi masing-masing teroris berbeda satu sama lain. Dan, akhirnya orang memahami ada terorisme kecil-kecilan yang dilakukan oleh segelintir orang-orang yang tertindas. Tetapi juga ada terorisme berskala raksasa yang sangat dhsyat, yang disponsori negara dengan aparat militer maupun aparat kekerasannya. Dengan tinjauan seperti ini maka seluruh terorisme Israel disponsori oleh negara zionis itu. Sementara terorisme yang dilakukan sejak lama oleh para pejuang PLO pasti berbeda dalam skala maupun dampak yang diptimbulkan oleh terorisme kecil-kecilan ala Palestina itu.

Selanjutnya makna terorisme terus berkembang ketika akasi-aksi terorisme tidak saja dengan cara-cara kekerasan yang bersifat telanjang, melainkan menggunakan tekanan psikologis dan tekanan mental yang dibuat lebih canggih, tetapi hasilnya tidak kalah dari terorisme yang mengambil model kekerasan.

Sekelompok warga negara asing yang kebetulan berada di Amerika, kemudian ditangkap FBI lantas ditelanjangi di kamar kosong untuk menjalani interogasi berhari-hari, maka perlakuan seperti ini jelas merupakan tindakan terorisme yang sejatinya telah menginjak-injak hak asasi manusia. Contoh mutakhir yang ramai dibicarakan adalah penangkapan tiga warga negara Indonesia yang sedang berada di Filipina. Mereka ditangkap aparat kepolisian atau intelijen Filipina dengan tuduhan membawa bom dan sebagainya. Bentuk perlakuan seperti ini sesungguhnya termasuk kategori terorisme dengan tekanan psikologis dan tekanan mental. (bersambung…) [bq]

Sumber: Z.A. Maulani dkk. 2005. Islam dan Terorisme. Halaman 81-83. Yogyakarta: UCY Press

No comments:

Post a Comment