Mengapa Islam Nusantara Bisa Bertahan - Santrijagad

Mengapa Islam Nusantara Bisa Bertahan

Bagikan Artikel Ini
Corak tasawuf Sunni yang mengakar memudahkan terbentuknya basis komunitas tarekat sekaligus menyemai bibit-bibit pejuang. Pesantren-pesantren besar maupun kecil pada akhirnya menjadi supplier ulama-salik-mujahid sekaligus.


islam nusantara

Oleh: Rijal Mumazziq Zionis

Mengapa Islam Nusantara bisa bertahan ratusan tahun? Kuncinya ada di tarekat dan pesantren. Tanpa keduanya, Islam Nusantara bakal tercerabut dari akarnya. Keduanya juga berfungsi menetralisir gangguan yang muncul dari luar. Tiang pancang inilah yang membedakan Islam Nusantara dengan kawasan lain di Asia Tenggara.

Di Filipina, misalnya, Islam yang berjaya beberapa abad silam tercerabut dengan mudah akibat dominasi militer dan politik Spanyol yang sekaligus melakukan missie. Amanillah alias Manila, ibukota kesultanan di sana, kukut tak menyisakan jejak Islam. Yang tersisa yang di Mindanao dan Sulu.

Jauh sebelumnya, Andalusia juga menjadi bukti: tiadanya lembaga pendidikan Islam yang kokoh memfondasi dan nyaris tiadanya keberadaan aliran tarekat di Andalusia menyebabkan friksi politik sektarian semakin memuncak hingga akhirnya klan besar di Spanyol Islam saling baku bunuh. Perang sipil ini pada puncaknya merobohkan peradaban Islam yang pernah berjaya. Kondisi ini semakin parah dengan peluluhlantakan yang dikomando Raja Ferdinand dan Ratu Isabella.

Di Nusantara, kesultanan bisa kokoh di antaranya akibat topangan tarekat. Meskipun jika dikaji secara mendalam tasawuf falsafi selalu (di)kalah(kan) oleh tasawuf corak Sunni; sejak era Syekh Siti Jenar hingga Hamzah Fansuri. Corak tasawuf Sunni yang mengakar ini memudahkan terbentuknya basis komunitas tarekat sekaligus menyemai bibit-bibit pejuang. Pesantren-pesantren besar maupun kecil pada akhirnya menjadi supplier ulama-salik-mujahid sekaligus.

Ketika perlawanan Pangeran Diponegoro yang ditopang komunitas tarekat dan pesantren ditumpas, para ulama memilih fokus pada jalur pendidikan sekaligus kaderisasi pejuang di era berikutnya. Sejak 1830, ketika Pangeran Diponegoro ditangkap, hingga menjelang kemerdekaan, nyaris 100 perlawanan disulut oleh para mursyid tarekat.

Meski corak perlawanan ini bersifat acak, letupan-letupan kecil, dan bercorak mesianistik, namun kesemuanya membuat pemerintah kolonial kerepotan. Sekali lagi, jika ingin mempertahankan Islam Nusantara, maka pesantren dan tarekat harus tetap ada. Wallahu A'lam

Pada suatu malam, Kiai Agus Sunyoto membincangkan fakta ini bersama Kang AF, Mas Sukma Adi Atmaja, dan saya di kantor nu.online, PBNU Jakarta.

*Sumber: Timeline Facebook Rijal Pakne Avisa

No comments:

Post a Comment